Meneladani Habibie #1
Oleh : Lisna Nurliani
HABIBIE PUTRA BANGSA TERBAIK
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan Wakil Presiden ke-7 pada tahun 1998 dengan Presidennya H. M. Soeharto. Namun pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Maka Habibie maju menggantikannya dan sah menjadi Presiden ke-3, dengan masa jabatan dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.
Dalam masa jabatannya yang terhitung sebentar, pencapaian yang diraih Habibie sangat membanggakan. Karena Habibie mampu mengatasi masalah terbesar negeri ini pada saat itu, yakni menurunkan kurs rupiah yang awalnya sekitar Rp16.800 per dolar AS menjadi Rp7.000-Rp8.000 per dolar AS. Masih dalam bidang ekonomi, Habibie memutuskan kebijakan-kebijakan yang sampai hari ini masih dirasakan. Seperti saat Habibie memisahkan antara Bank Indonesia dari pemerintahan. Menurutnya agar rupiah semakin berkualitas tinggi. Sehinggan BI memiliki wewenang untuk mengintervensi rupiah.
Sebelum menjabat sebagai Wakil Presiden, Habibie sudah mencatatkan sejarah dalam bidang teknologi. Mengapa tidak, Habibie adalah lulusan Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen, Jerman. Habibie mengambil bidang teknologi pesawat terbang. Alasan dibaliknya, ternyata Habibie ingin melihat rakyat Indonesia berbondong-bondong menaiki pesawat dan membuat yang jauh terasa dekat. Karena pada saat itu Habibie berfikir bagaimana caranya agar bisa pulang ke Gorontalo disaat Habibie berada di Solo, dan perjalanan yang ditempupun tidak memakan waktu lama. Maka pesawatlah jawabannya. Beliau sangat bersemangat akan projek ini. Pesawat pertama yang berhasil diterbangkan adalah PA-1 dengan sandi Gatotkaca, terbang selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
Jasa Habibie kepada bangsa ini tak hanya dalam bidang ekonomi dan teknologi saja. Selama hidupnya, Habibie memberi banyak pemikiran dan kisah yang inspiratif. Pemikiran yang pernah Habibie berikan salah satunya tentang perkembangan ‘IPTEK’ (Ilmu Penetahuan dan Teknologi) yang harus dijalankan bersama ‘IMATQ’ (Iman dan Taqwa). Secara tidak langsung, Habibie menghimbau para cendikiawan untuk berfikir berlandaskan agama, terutama bagi penganut agama Islam.
Ada pula kisah hidupnya yang mengharukan. Dari mulai kisah perjuangan kuliah di Jerman, sampai kisah asmaranya dengan istrinya, Hasri Ainun Besari. Bahkan kisah cinta Habibie dan Ainun yang menginspirasi , dijadikan film layar lebar dengan sutradara Faozan Rizal. Film ini tayang pada tahun 2012. Kisahnya yang memperlihatkan perjuangan dalam berumah tangga yang diawali tak punya apa-apa, dan berakhir punya apa-apa. Namun pada tahun 2010 Ainun meninggalkan Habibie untuk selamanya. Kisahnyapun semakin mengharu biru.
Pada hari Rabu, 11 September 2019 Habibie meninggalkan bangsa ini untuk selama-lamanya menyusul sang cinta sejati. Kini kisah cinta Habibie dan Ainun menjadi roman bagi seluruh rakyat Indonesia yang memberi pelajaran bahwa cinta sejati itu benar-benar ada.
Semua jasa Habibie kepada bangsa ini akan tetap terkenang. Akan tetap diingat. Karena Habibie pantas menjadi contoh dalam hidup berkebangsaan yang mencintai tanah airnya. Semangat hidup yang tinggi dan rasa keingintahuan yang besar. Semoga para generasi muda mampu mencatat kembali sebuah prestasi putra bangsa, seperti B. J. Habibie.
0 Response to "Meneladani Habibie #1"
Post a Comment