Prediksi Akhir Virus Corona atau Covid-19
HERD IMMUNITY DAN KONSEKUENSI
Oleh : Randy Saputra
Maju mundur saya mau nuliskan ini.
Sudah sejak dua hari lalu. Takut disalah artikan. Karena teori dan pilihan
skenario ini berat. Nampaknya gak ada pilihan
lain.
Kemarin saya gak memproduksi tulisan
apa-apa. Diam. Banyak diskusi dengan seorang Mahasiswa Doktoral di Univ Pisa
Italia. Diskusi juga dengan sahabat yang lagi
nemenin istrinya S3 di Belanda. Bincang juga dengan Dokter yang lagi ambil Sub Spesialis di Kobe
Jepang. Simpulannya sama : Herd Immunity.
Sebelum saya menuliskan skenario ini. Saya ijin
menyampaikan disclaimer dulu.
Saya orang awam. Bukan ahli apa-apa.
Latar belakang pendidikan sempet
kuliah engineering. Sempat doank. Jadi tulisan saya boleh
dikritik, karena saya bukan virolog, bukan juga dokter klinis, atau expert di bidang corona. Jadi dalam
membaca tulisan saya, jangan begitu percaya. Tulisan orang awam. Biasa aja.
Saya menulis ini karena dorongan banyak temen-temen.
Saya menyadari punya kemampuan menulis. Maka niatnya membantu orang lain mudah faham. Maka saya menulis, agar kemudian kita memahami jalan keluar dari
kabut gelap kedepan.
Bombardir pertanyaannya selalu sama.
Menurut ente kapan Rend ini
berakhir?
Vaksin bakalan bener ada atau nggak?
Ini jalan keluarnya kira-kira bagaimana ya?
Dan seterusnya.
Pertanyaan itu yang membuat saya tenggelam dalam berbagai literatur ilmiah.
Dalam dan luar negeri. Hingga website resmi corona virus yang berbahasa Italia
itu saya coba terjemahkan satu-satu istilahnya di grafik. Capek memang.
Pertanyaan itu pula yang menggiring kepala saya pada satu skenario paling
mungkin di Indonesia : Herd Immunity.
*****
Agar kita bisa memahami tentang pilihan sulit ini, ijinkan saya membahas tentang apa yang dilakukan Wuhan, Korsel dan
Italia. Versus dengan apa yang dilakukan Iran.
Di Wuhan, Korsel dan Italia, skenario Lockdown
terbukti berhasil. Karena memang warganya dan pemerintahnya punya kapasitas.
Warganya punya tabungan untuk hidup kedepan. Warganya teredukasi. Hampir semua connected. Jadi komunikasi keputusan
negara mudah.
Beda kayak di negeri ini, masih ada
yang belum terjangkau internet. Adapun punya smartphone dan internet,
aplikasinya joget. Gak bisa akses
info ilmiah.
Pemerintah Cina dan Italia juga punya sumber dana. Ngasih diskon. Ngasih bantuan.
Menjaga supply pangan.
Bukan berarti Indonesia gak punya
dana. Ada. Tapi gak bisa untuk segini banyak orang.
Konsep lockdown ini seperti "menghapus file". Anda seperti pukul
nyamuk satu-satu.
Virus ini makhluk yang butuh inang. Butuh reservoir untuk hidup. Butuh agen. Butuh nempel di makhluk hidup agar dia
bisa eksis.
Maka virus tanpa inang akan mati. Tanpa menempel di inang ia akan selesai.
Begitu teorinya. Waktu bertahan tanpa inang berbeda pendapat antar ilmuwan. Gak akan saya bahas.
Wuhan, Korsel, Italia, menerapkan pola ini : virus pada manusia dipaksa mati
dengan anti bodi. Virus diluar tubuh manusia dibiarkan mati, hilang, atau
dibersihkan.
Yang positif di isolasi. Yang sakit berat di rawat.
Yang nampak tidak bergejala juga di test massal. Untuk dicari yang positif yang
mana. Begitu positif, di isolasi lagi.
Kenapa? Karena menjadi carrier tanpa
gejala inilah yang menjadi biang gak
selesainya sebaran kasus.
Maka Wuhan dan Italia sangat ketat dengan lockdown. Kalo warga korsel, tanpa disuruh pun sudah teratur lockdown. Mirip
Jepang.
Mereka tahan semua orang didalam rumah. Karena andai yang didalam rumah gak ditest, virus akan mengalami masa
inkubasi hingga 14 hari. Bakal mati sendiri. Apalagi Wuhan menjalani lockdown 2
bulan.
Wuhan secara strategi sebenarnya menahan interaksi sosial. Lalu membiarkan yang
sebenarnya positif walau tidak dites memiliki antibodi dengan sendirinya.
Begitu juga yang dilakukan di Italia. Di lock. Diberesin satu demi satu. Hingga targetnya zero casses per day seperti Wuhan.
Secara garis bessr begitu. Hingga Wuhan hari ini memulangkan dokter-dokternya.
Menutup rumah sakit darurat. Dan sudah 3 hari ini zero case covid-19. Mereka
sudah statement menang atas corona.
Strateginya begitu. Total lockdown. Semua di isolasi di rumah. Disiplin.
Rumus ini akan buyar kalo yang satu nau di
isolasi sementara yang lain masih keluyuran. Bubar dah skema lockdown.
*****
Sekarang kita ke negeri ini, kita buka mata dan hati ya. Saya sampaikan ini
murni pendapat atas masalah kemanusiaan. Sentimen politik kita bahas nanti.
Bukan saatnya.
Begini...
Ramai di linimasa ini, sahabat dominan menyerukan lockdown. Menganggap bahwa
skenario Wuhan dan Italia bisa kita lakukan.
Dari apa yang saya lihat hari ini - semoga saya salah - Total Lockdown bukan
skenario kita. Kecuali cuma slowdown soci distancing, bubarin keramaian. Itu masih bisa. Tapi kalo ngekep warga di rumah. Hmmm.. Susah.
Lockdown itu membutuhkan jumlah petugas yang cukup. Di Italia, polisi
mondar-mandir, yang keluar tanpa keperluan didenda ratusan euro. Cek aja linimasa. Banyak beritanya.
Itu aja sudah pake polisi, terjadi
puluhan ribu pelanggaran. Masih aja
keluar.
Lalu kita lihat di Indonesia. Jelas sulit
Bisa dibayangkan polisi kita nahan
masyarakat gak keluar rumah. yang
keluar di denda. Ditilang aja ngamuk kok.
Apalagi didenda untuk sekedar keluar rumah. Wah.. Chaos.
Belum lagi, di Wuhan dan Italia, mereka punya solusi, kalo diam di rumah, stay
at home, work for home, makan mereka terjamin. Di Indonesia rada repot.
Di kita, kalo gak keluar rumah,
makannya gimana? Seriusan ini.
Saya nulis begini bukan berarti
besok Anda langsung ngumpul-ngumpul dan keluar rumah. Arah tulisan says gak kesitu.
Saya cuma ingin buka mata kita
semua. Lockdown kayak Wuhan dan Itali, untuk negeri dengan sosio kultur
kayak Indonesia. Gak bisa.
Rame kan di berita, udah jelas jadi
suspect, malah bantu-bantu nikahan tetangga. Ditelpon sama dinkes untuk
ngontrol, malah ngakunya di rumah,
padahal jalan-jalan.
Itu cuma ngisolasi 1 orang aja, kita
gak sanggup lho. Asli. Apalagi 271
juta jiwa di hold. Atau Jabodetabek aja deh, 25 jutaan warga, di hold gak boleh keluar rumah kompak. Gak bisa. Beneran.
Menutup event-event perkumpulan insyaAllah bisa. Meniadakan gathering ibadah
bisa. InsyaAllah. Tapi kalo total
lockdown. Apalagi bahasanya lockdown antar daerah. Nampak resiko sosialnya
besar dan ini juga yang kayaknya ada di
fikiran Pak Jokowi.
Maka bisa dilihat di Iran. Mereka masih terus aktivitas. Adanya yang terjangkit
covid-19 dan sakit berat, ya mereka hadapi. Nanti saya jelaskan di tulisan
berikut, kenapa Iran begitu.
*****
Keadaan diatas membuat skenario "pukul nyamuk satu-satu" gak mungkin jalan.
Kita gak bisa paksa warga didalam
rumah. Kita gak bisa membersihkan pergerakan.
Akan tetap terus terjadi pergerakan massa, walau kecil. Padahal yang bergerak
bisa jadi sudah positif covid-19 namun tanpa gejala apa-apa. Ini yang membuat
skenario lockdown buyar.
Belum lagi dengan slowdown nya Jakarta. Dan status Jakarta menjadi episenter
pendemi. Membuat banyak warga jabodetabek mudik ke kampung halaman.
Panah-panah merah sudah menyebar ke daerah. Ini seperti anak-anak muda Lombardi
yang mudik ke Italia selatan. Persis.
Intinya skenario Lockdown sulit jalan.
Lalu bagaimana mengakhiri wabah ini?
Satu dua expert sudah mulai bicara. Walau malu-malu. Kecuali menteri pertahanan
Israel yang pada akhirnya bicara tentang ini juga : Herd Immunity. Termasuk PM
Inggris Pak Borris.
Begini,
Virus yang menjangkiti tubuh akan diserang oleh antibodi ini. Inilah tafakur
mendalam kita hari ini, antibodi kita menyusun bahan baku serangan untuk virus
covid-19. Khusus untuk si dia saja.
Maka muncul angka 14 harian, atau kurang, dimana
antibodi kita menyusun serangan ke covid. Hingga antibodi yang khusus dibentuk untuk
covid terbentuk.
Maka setelah terbentuk antibodi alami covid, tubuh kita kebal covid. Secara
teori, tidak lagi bisa dijangkiti covid-19. Mudah-mudahan teorinya bener.
Nah, Ketika sudah cukup banyak masyarakat yang terjangkiti covid-19, akan
terbentuk "sekawanan" manusia yang sudah kebal covid-19. Dan disaat
itulah terbentuk namanya Kekebalan Kawanan : Herd Immunity.
Coba deh, buka video-video yang viral tentang melandaikan kurva. Kan disitu
sudah diberitahu, bahwa pada akhirnya semua orang akan terjangkit. Tinggal
kecepatan lonjakan yang gejala berat saja. Itu yang diperlambat.
Ikhtiar social diatancing kita akan kesitu arahnya. Melandaikan kurva.
Memberikan waktu bagi paramedis untuk melayani yang sakit berat. Jangan sampai
okupansi rumah sakit gak cukup. Maka
jangan sampai yang positif covid dan gejala berat jumlahnya puluhan ribu atas
satu waktu.
Teori Herd Community ini berat untuk disampaikan. Secara ilmiah, 60%-70%
masyarakat akan terjangkit. Dan kemudian mayoritas yang bertahan akan membentuk
antibodi alami.
Di Wuhan, mungkin gak butuh sampai
60-70 persen. Karena mereka total lockdown. Mereka sampai semprot kota pake
disinfektan 2 hari sekali. memang targetnya bunuh virus. Bisa jadi juga mereka
sudah nemu vaksin. Sudah di shot ke sebagian besar populasi. Itu juga bikin Herd Immunity.
Italia juga nampak cara memeranginya sama. Total Lockdown.
Namun lihatlah Iran, mereka nampaknya pake
teori ini, biarkan semua terpapar pada akhirnya. Mereka gak punya kapasitas untuk lockdown. Yang ada tinggal gali kuburan
massal di Qom. Ini fakta.
Nampak Iran sudah memahami tracknya. Berharap Her Immunity.
Iran menjadi parah karena adanya embargo dari US, yang membuat alat-alat medis
kurang. Iran sampai mau minjem ke
IMF untuk perawatan. Skenario paparan maksimal memang butuh persiapan.
Walau skenario terpapar xepat tidak kita pilih, melihat kondisi negeri dan
perilakunya, inilah yang sebenarnya akan kita hadapi.
******
Saya secara pribadi berharap, slowdown dan social
distancing yang kita lakukan sekarang akan memperlambat penularan,
memberikan waktu pada fasilitas kesehatan untuk bersiap. Tapi tidak bisa
mencegah penularan pada semua.
Adapun waktu yang terus berjalan, semoga bisa menjadi buying time untuk
menunggu vaksin.
Sampai di titik ini, Anda pembaca mungkin merasa saya mendoakan yang buruk
untuk negeri. Sama sekali tidak. Ini ulasan ilmiah dari studi literatur saja.
Bahwa begitulah wabah berakhir. Hampir semua orang terjangkit dan membentuk
antibodi alami.
Semoga sampai disini hati tetap dingin dan optimis. Karena ini baru setengah
tulisan. Berikutnya saya akan menuliskan tentang konsekuensinya.
*****
Target saya menulis ini adalah... agar kita sebagai anak bangsa bisa memitigasi
konsekuensinya.
Karena inilah yang saya bisa rasakan dan simpulkan. Walau mudah-mudahan salah.
Her Immunity ini skenario negeri kita.
Maka konsekuensi pertama adalah "bersiap terpapar"
Slowdown di rumah ini harus menjadikan kita pribadi yang sehat jasmani dan
batin. Karena paparannya cepat atau lambat akan segera datang. Apalagi si covid
ini rada bandel, cepet nular.
Makan yang bergizi , perkuat imunitas tubuh, istirahat yang cukup, olahraga
gerakkan tubuh, bantu tubuh menyiapkan metabolisme yang optimum, untuk
memproduksi antibodi covid secara mandiri.
Untuk urusan ini sudah banyak yang menuliskannya. Saya gak mau nulis ulang. Silakan cari sendiri.
Termasuk persiapan batin, mulailah memaafkan diri sendiri, memaafkan orang
lain, saling mendoakan. Kita perlu batin yang sehat untuk masa-masa ekstrim
seperti ini.
*****
Konsekuensi kedua adalah "mayoritas jadi carrier"
Dengan demografi anak negeri yang penuh anak muda. Secara statistik, masyarakat
kita akan mengalami gejala ringan di anak muda. Bahkan tak bergejala.
Maka anak muda negeri ini akan dominan menjadi cariier virus.
Ini juga yang harusnya diedukasi mendalam. Bahwa positif covid-19 bukan seperti
positif HIV. Ini ada diberita, begitu positif covid-19 malah kabur. Salah faham kayaknya. Butuh diedukasi.
Dengan simpulan ini, saya menyarankan bangun gerakan pisahkan manula dan anak
muda. untuk usia 50 tahun keatas, jangan sampai berbaur dengan yang muda.
Inget gak, 60-70% harus terpapar
virus agar terbentuk Herd Immunity.
Kita siasati saja. 60% yang terjangkit itu biar anak muda saja. Kemungkinan
illnes beratnya kecil. Dibawah 10%. Begitu kata lietaratur ya. Cross cek aja. Gak maksud sok tau.
Ini juga termasuk pada resiko kerja.
Untuk di rumah sakit misalnya. Dokter senior, konsulen senior, mundur aja ke belakang meja. Kontrol dari
jauh. Komando dari meja. Jadi penasehat
dan pengarah ke dokter-dokter yang under 50. Seriusan ini. Bisa gak kira-kira. Atau etis gak kira-kira.
Karena kalo pola paparan mayoritas
ini kena ke generasi elder negeri ini, ini yang membuat tingkat kematian tinggi
seperti Italia.
Pada orang tua, pada masayikh itu terdapat kemuliaan dan kebaikan, kita sangat
perlu keberadaan mereka untuk tetap sehat dan mendoakan kita. Mengarahkan. Dan
menasehati.
Baca data yang jujur. China 2M populasi, Italia 60 juta Populasi. Angka
kematian di Italia sudah melebihi Cina akan covid. Ini karena para manula gak segera dipisahkan dengan yang muda.
*****
Konsekuensi ketiga "Siapkan Fasilitas Medis"
Angka ilmiahnya sudah ada. 60% Terjangkit. Mayoritas tanpa gejala.
20% gejala ringan. Bisa isolasi mandiri.
10% gejala berat yang dimana sepertiganya diprediksi meninggal. Maka muncul
angka kematian 3%.
Coba simulasi aja. Gak
nakut-nakutin, agar kita bersiap.
Barusan saya sudah ketik simulasi
angkanya. Tapi saya gak tega. Jadi
saya hapus lagi. Hitung saja sendiri ya.
Intinya,....
Jangan sampai kayak Italia hari ini, kaget gak
ada tempat rawat. Padahal Italia ini negeri yang kesehatan gratis. Kesehatan
ini jadi nomor 1 perhatian. Ujian memang. Kita doakan segera berlalu.
Akhirnya sibuk bangun tenda darurat. Sibuk nyari gedung untuk rumah sakit. Full
sampe lorong-lorong kepake semua.
Kita jangan sampai kaget di akhir. Mumpung ada waktu, siapin aja dari sekarang.
Jangan nunggu intruksi pemerintah, sediakan aja secara swadaya dari arus bawah.
Siapin bangunannnya. Bed nya.
Pelan-pelan.
Dengan skenario terpapar 60% populasi, lebih baik mumpung ada waktu kita
bersiap. Karena jumlah penduduk kita 4,5 kali Italia. Beneran.
Saya sudah teriak-teriak berkali-kali, kalo pendekatan pencegahan/preventif gak bisa, ya sudah fokus pengobatan.
Maka saya membaca langkah Pak Jokowi, beliau sebenernya menuju pada Herd
Immunity.
"5 juta obat sudah dibeli"
Ini sudah langkah pengobatan. Adapun ceramah tentang pembatasan gerak, hanya
normatif.
"Mohon pada pemerintah daerah untuk memperhatikan prosedur kesehatan"
Tafsirnya luas. Tapi kalo niat ngobatin,
jelas, beliau impor obat. Jelas sudah arahnya.
Wisma Atlet towernya akan dijadikan rumah sakit darurat.
Ada pulau yang disiapkan jadi pulai isolasi.
Arah pemerintah ini nampak bersiap mengobati dan merawat ketimbang melockdown.
Karena perhitungannya bisa jadi kita banyak anak muda, memang yang diharapkan
antibodi alami anak negeri yang bekerja. Lalu selamatkan yang elder.
Maka konsekuensi ketiga ini perlu kita dalami.
Satu masjid satu rumah sakit darurat.
Pak Erick Tohir saja sudah calling relawan. Oprec relawan secara nasional. Ndak lama lagi akan banyak program
wakaf dan infaq alat medis.
Memang kesitu arahnya. Virus akan memapar ke mayoritas anak bangsa. Biarkan
Herd Immunity terbentuk dengan sendirinya.
Yang perlawanan antibodinya tanpa gejala ya alhamdulillah.
Yang sakit ringan-sedang bisa isolasi mandiri di rumah. Semoga rumahnya ada.
repot kalo yg gak punya rumah,
kamarnya gak cukup, perlu ada rumah
isolasi tambahan.
Yang sakit berat, semoga fasilitas kesehatan kita bisa obati dan tanggulangi.
Dan semoga angka kematian rendah. Angka 8,5% death rate itu karena di kita
belum banyak yang test covid. Kasihan Pak Jokowi, jadi bulan-bulanan data yang
kurang representatif.
Saya yakin death rate kita kecil. Coba saja nanti mass rapid test. Akan banyak
yang positif tanpa gejala. dan death rate akan kecil sekali.
*****
Panjang ya.. Saya juga sampe keram ini nulisnya. Maaf.
Semoga Herd Immunity segera terbentuk untuk negeri ini.
Segera kita beraktifitas lagi.
Segera kita belanja lagi ke kaki lima, gerakkan ekonomi UMKM.
Segera kita wisata domestik lagi, lakukan economic transfer antar daerah.
Segera kita produksi apa-apa yang gak di impor lagi. Mumpung negeri orang lagi restart pabrik, mumpung gak ada yang berani ke Indonesia.
Segera kita bangun negeri, dunia lagi de-globalisasi. Sekat-sekar antar negara
makin keras dan tebal.
Bagus aja itu mah... Kesempatan kita
urus diri kita sendiri. Nanam bawang putih sendiri. Nanam padi sendiri. Bikin baju sendiri. Wassalam import.
Ahlan wa sahlan kemandirian negeri.
Segeralah terbentuk wahai Herd Immunitiy.
URS
*******
Tulisan ini adalah bentuk muhasabah keras untuk anak negeri, jika kita tidak
bisa se serius Wuhan dan Italia, maka skenarionya akan menuju Herd Immunity
dengan alami.
WARNING :
Yang mengcopy tulisan saya ke grup-grup WA, mohon sertakan link source utama,
agar para pembaca dapat melihat dialektika diskusi di kolom komentar.
Nampak akan ramai.
A'udzubillahiminsy syaitonirrojim
#AllahMahaKuat
#MomenKebangkitanNegeri
#HerdImmunity
0 Response to "Prediksi Akhir Virus Corona atau Covid-19"
Post a Comment