Makalah Teori Belajar Bahasa Indonesia - Teori Nativisme



TEORI BELAJAR BAHASA INDONESIA


MAKALAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Linguistik









Oleh :

Kelompok 1







-            Anisa Muslimah                                     (NPM): 172121029
-            Sefri Hidayat                                         (NPM): 172121038
-            Naya Rohmatul Ummah                        (NPM): 172121018
-      Khaerunisa Afifah Imtinan                    (NPM): 172121028







PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyusun makalah yang berjudul “model pembelajaran menyimak” terimakasih penyusun sampaikan kepada ibu yuni ertinawati, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen mata kuliah menyimak, yang telah mengajarkan dan membimbing dalam kelancaran tugas makalah ini.
Makalah ini disiusun agar pembaca memperluas ilmu tentang Teori Belajar, namun pada kesempatan kali ini, penyusun akan menekankan pada materi “Teori Nativisme”, mengetahui bahwa Teori Nativisme adalah salah satu aspek penting dalam pembelajaran Teori Belajar Bahasa Indonesia.
Demikianlah tugas makalah ini disusun,untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Pleh karena itu, prnyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk meningkatkan kualitas menyusun makalah di massa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Teori merupakan salah satu unsur terpenting dalam menghadirkan suatu pandangan yang sistematis mengenai suatu fenomena dengan  menentukan hubungan antar variable dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Begitupula dengan teori nativisme  yang akan menghadirkan suatu definisi tentang pembelajaran. Teori Nativisme dikemukakan oleh tokoh aliran Nativisme yaitu Schopenhaur (filsup Jerma 1788-1860) , ia berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan bawaan baik dan buruk, sehingga aliran ini lebih menenkankan kemampuan anak yang ia bawa sejak lahir, dan menganggap lingkungan hidup sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Oleh karena itu, hasil pendidikan pun ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Maka, pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa sejak lahir, tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Namun, terkadang orang mengira bahwa antara Teori Nativisme dan Teori Mentalisme memiliki pengertian serta tujuan yang sama. Pada makalah ini, kami akan mengupas perbedaan anatara kedua teori tersebut.
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
1.    Apa pengertian dari Teori Nativisme?
2.    Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menurut
Teori Nativisme ?
3.    Apa perbedaan anatara Teori Nativisme dan Teori Mentalisme
4.    Apakah kekurangan dan kelebihan dari Teori Nativisme ?
5.    Apa saja bentuk-bentuk implementasi dari Teori Nativisme dalam proses pembelajaran ?


C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka disusunnya makalah ini bertujuan, untuk :
1.    Mengetahui pengertian dan perbedaan antara Teori Nativisme dan Teori Mentalisme;
2.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menurut Teori Nativisme;
3.    Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Teori Nativisme;
4.    Mengetahui bentuk-bentuk plementasi dari Teori Nativisme dalam proses pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan perbedaaan antara Teori Nativisme dan Teori Mentalisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) dari kata sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor lingkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia.Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jatidiri).
Adapun aliran Nativisme, secara umum sangat dipenga­ruhi oleh pandangan-pandangan dari aliran Idealisme, terlihat dari konsepsi dasarnya tentang hakikat manusia itu sendiri. Menurut aliran Nativisme ini, manusia mempun­yai potensi yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan dalam proses penerimaan pengetahuan. Potensi tersebut merupakan "gabungan" dari hereditas orang tuanya maupun "bakat/pembawaan" yang berasal dari dirinya sendiri. Kontribusi lingkungan baginya tidaklah membawa konsekuensi apa-apa terhadap pengetahuan manusia.
Bahkan Schopenhaur (1778-1860) tokoh Nativisme mengatakan bahwa potensi/bakat manusia merupakan nasib malang manusia karena posisinya yang vital dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan manusia. Potensi manusia yang terwujud dalam bakat/pembawaan itulah yang merupakan hakikat dari manusia dan ia tidaklah dapat dirubah oleh pengaruh lingkungan. Dengan potensi ini, faktor lingkungan tidaklah berpengaruh pada proses penerimaan pengetahuan dan pendidikan manusia. Schopenhour mengkristalisasikan gagasannya dari konsep umum, bahwa alam semesta termasuk manusia, berjalan dan ditentukan oleh faktor "kemauan" yang ia anggap sebagai hakikat sesuatu.
Hakikat manusia itu sendiri menurutnya menjadi gagasan umum tokoh-tokoh Nativisme adalah kemauan itu sendiri yang terwujud ke dalam bakat dan pembawaan. Faktor hereditas dan pembawaan manusia dipandang sebagai hal yang urgen dan menentukan. Ia juga dianggap sebagai "ciri khas" dari kepribadian manusia dan bukanlah hasil hasil dari pendidikan karena kalau ia merupakan hasil dari pendidikan, maka tentu faktor eksternal (ling­kungan) sangat berperan terhadapnya. Hal Ini sangat kon­tradiktif dengan pandangan dasar aliran filsafat Nativisme tersebut. Tingkat pendidikan seseorang dengan demikian sangat berkaitan dengan faktor hereditas dan pembawaan ini, karena ia menjadi "format" sekaligus "modal utama" dari tingkat pendidikan tersebut. Seorang yang berbakat dan mempunyai pembawaan yang rendah dalam suatu bidang pengetahuan, maka ia tidak akan pernah menguasai bidang pengetahuan tersebut walaupun ia telah berupaya semaksimal mungkin. Dengan pandangan-pandangan seperti ini, aliran Nativisme dituduh sebagai aliran filsafat yang mengabaikan aspek pendidikan bahkan disebut aliran pesimisme. Namun apabila dilihat secara lebih mendalam, julukan "pesimisme" terhadap aliran Nativisme ini tidaklah tepat secara kese­luruhan. beberapa hal dari pandangan-pandangan aliran ini justru merupakan "pendorong" bagi berbagai upaya "preven­tif" terhadap bakat dan pembawaan yang merupakan potensi manusia.


B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia dalam Teori Navitisme
Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu :
a.    Faktor Genetik
Orang tua sangat berperan penting dalam faktor tersebut dengan bertemunya atau menyatunya gen dari ayah dan ibu akan mewariskan keturunan yang akan memiliki bakat seperti orang tuanya. Banyak contoh yang kita jumpai seperti orang tunya seorang artis dan anaknya juga memiliki bakat seperti orang tuanya sebagai artis.
b.      Faktor Kemampuan Anak
Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk menemukan bakat yang dimilikinya, dengan menemukannya itu anak dapat mengembangkan bakatnya tersebut serta lebih menggali kemampuannya. Jika anak tidak dituntut untuk menemukannya bakatnya, maka anak tersebut akan sulit untuk mengembangkan bakatnya dan bahkan sulit untuk mengetahui apa sebenarnya bakat yang dimilikinya.
c.       Faktor Pertumbuhan Anak
Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor kemampuan anak, bedanya yaitu disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak selalu didorong untuk mengetahui bakat dan minatnya. Dengan begitu anak akan bersikap responsiv atau bersikap positif terhadap kemampuannya.
Dari ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam perkembangan serta kematangan pendidikan anak. Dengan faktor ini juga akan menimbulkan suatu pendapat bahwa dapat mencipatakan masyarakat yang baik.
Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam teori nativisme, dimana dengan  faktor-faktor yang telah disampaikan dapat menjadikan seseorang yang mantap dan mempunyai kematangan yang bagus.
Berbeda dengan kaum behaviorisme, kaum nativis atau mentalis berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama, sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan.
Pada hakikatnya aliran nativisme menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Oleh karena itu, faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari orang tua. Istilah Nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat.
Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Prinsipnya, teori Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya ahli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia serta kemampuan lain yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misal, seorang anak yang berasal dari keluarga seniman musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi orang tuanya atau mungkin juga hanya setengah dari kemampuan kedua orang tuanya.



Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini dipelopori oleh filosiof Jerman, Arthur Schopenhauer yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan.
Salah seorang penganut teori mentalisme adalah Lennenberg (1967). Ia berpendapat bahwa bahasa merupakan species-specific dengan cara tertentu dalam perilaku bahasa yang ditentukan secara biologis. Bahasa adalah mekanisme yang bersifat bawaan yang disebut alat pemerolehan bahasa (LAD) dan yang memungkinkan seorang anak memformulasikan sistem bahasa yang bersifat abstrak. Mekanisme bahasa yang bersifat bawaan bekerja sesuai urutan dan aturan berikut;
Apabila anak disuruh menggunakan bahasa, mekanisme ini berpacu dan memformulasikan hipotesis struktur bahasa yang memungkinkan terjadinya kontak. Hipotesis secara tetap diperiksa kembali oleh mekanisme tersebut melalui penggunaan bahasa (Said dalam Tolla, 1990). Tingkatan ini tercapai apabila anak sudah dapat menggunakan satu atau dua kata dalam tuturannya.
Proses ini berjalan terus dan mengalami banyak kesalahan, tetapi kesalahan tersebut diperiksa kembali sampai anak menguasai tata bahasa secara tepat.
Rangkaian selanjutnya adalah lingkungan memberikan sumbangan yang terus-menerus dalam proses perkembangan mental dan kepribadian. Faktor bawaan diperkaya dan dikembangkan oleh faktor lingkungan dalam bentuk pengalaman, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Chomsky (1978) dalam Ide Said (1987) mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan penganut faktor bawaan dan penganut faktor lingkungan. Sebagian ahli psikologi menekankan faktor lingkungan dan sebagian lagi menekankan faktor bawaan. Faktor – faktor keturunan yang berhubungan dengan faktor lingkungan ini dalam perkembangan selanjutnya banyak dipertanyakan
oleh para ahli.
Manusia mempunyai bakat untuk terus – menerus mengevaluasi sistem bahasanya dan terus menerus merevisi untuk pada akhirnya menuju bentuk yang berterima di masyarakat/lingkungannya.




F.     Kelebihan dan Kekurangan Teori Nativisme

a)      Kelebihan
1.    Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.
2.    Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
3.    Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik untuk dirinya.
4.    Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang.
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.



5.     Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.

b)      Kekurangan
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.       Kesimpulan

Dengan demikian, menurut aliran Nativisme, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir  ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Tetapi, teori ini juga tidak bisa dipungkiri dari kenyataan bahwa hasil perkembangan anak ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetic dari kedua orangtuanya.
Walaupun dalam kenyataan sehari – hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orang tuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu – satunya factor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada factor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri ( jati diri ).

B.        Saran

Kita sebagai generasi seharusnya lebih mengembangkan lagi perkembangan dalam diri kita, tidak hanya mengandalakaan pembentukan dari sejak lahir saja.
Demikianlah makalah kami. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami sadar makalah kami jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca kami tunngu demi penyempurnaan makalah berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.
http://rimmu.wordpress.com/2010/02/08/Aliran Aliran pendidikan
M, Y, Q. 25 Januri 2009, Aliran – Aliran Klasik Dalam Pendidikan (Online) Alamat: (www.aliran-aliran-dalam-pendidikan) diakses 12 Maret 2016.
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Suwarno, Wiji, Dasar–dasar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2006.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

0 Response to "Makalah Teori Belajar Bahasa Indonesia - Teori Nativisme"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel