Fonologi - Proses Pembunyian dan Jenis Bunyi Bahasa
PROSES PEMBUNYIAN DAN JENIS-JENIS BUNYI BAHASA
Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fonologi oleh Dosen Pengampu Agi
Ahmad Ginanjar., S.Pd, M.Pd
oleh:
Kelompok
3
Ichsan Noer Abdillah 172121004
Syarifa Nur Aiman 172121015
Mohamad Syahril Sobirin 172121034
Sefri Hidayat 172121038
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITASI
SILIWANGI
2018
KATA
PENGANTAR
Puji puji syukur
ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmatnya sehinga Makalah ini
dapat tersusun hinga selesai. Tidak lupa Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pemikiran.
Fonologi adalah
mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa pendidikan bahasa Indonesia dengan
tujuan memberi bekal dasar untuk mengikuti dan memahami mata kuliah terkait
fonologi berikutnya. Materi yang akan disampaikan dalam makalah fonologi ini
mengenai Proses Pembunyian dan Jenis-Jenis Bunyi Bahasa.
Dan harapan Penulis semoga Makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnan makalah ini.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah ini telah diterima pada
hari............... tanggal............................
Oleh
Dosen Mata Kuliah Fonologi
Agi Ahmad Ginanjar, M.Pd.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan
Makalah...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Pembunyian.......................................................................... 2
a. Komponen
Subglotal.............................................................. 2
b. Komponen
Laring................................................................... 2
c. Komponen
Supraglotal........................................................... 4
B.
Jenis – Jenis Bunyi Bahasa.............................................................. 7
BAB
III SIMPULAN
A. Simpulan.......................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa memiliki
sifat yang sangat unik, pada semua komponen kebahasaannya mempunyai ciri khas
khususnya pada proses pembunyian dan jenis membaca. Secara umum proses
pembunyian didalamnya masih terdapat komponen-komponen yang dibagi atas tiga
komponen yaitu komponen bubglotal, laring, dan supragotal. Selain itu terdapat
jenis bunyi-bunyi bahasa yang dapat dihasilkan oleh alat ucap yaitu bunyi
vokal, konsonan, dan semi vokal, bunyi oral dan bunyi nasal, bunyi bersuara dan
bunyi tak bersuara. Ketika membicarakan proses pembunyian maka kita akan
langsung mengarahkan pandangan kita pada kegiatan memproses bunyi melalui alat
ucap. Terlintas pandangan kita, bagaimana cara alat ucap memproses bunyi
bahasa. Dan juga ketika kita
membicarakan jenis bunyi bahasa, yang
terlintas pada pikiran kita adalah macam-macam suara atau bunyi yang keluar
dari alat ucap, sehingga memunculkan sebuah pertanyaan dalam benak kita
apasajakah jenis bunyi-bunyi bahasa itu.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa saja proses pembunyian?
1. Apa saja proses pembunyian?
2. Apa saja yang
termasuk ke dalam bunyi-bunyi bahasa?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk memahami apa saja proses pembunyian
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis bunyi-bunyi bahasa
1. Untuk memahami apa saja proses pembunyian
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis bunyi-bunyi bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Pembunyian
Cara alat ucap atau alat bicara dalam memproses bunyi
bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu:
a.
Komponen
subglotal
Komponen subglotal terdiri dari paru-paru ( kiri dan
kanan) saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Disamping ketiga alat
ucap ini masih ada yang lain, yaitu otot-otot paru-paru, dan rongga dada.
Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu,
komponen ini disebut juga sistem pernafasan. Dalam hubungannya dengan fonetik
disebut sistem pernafasan subglotis. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah
”memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi
bahasa.
b.
Komponen
laring
Komponen laring (tenggorok) merupakan kotak yang
terbentuk dari tulang rawan yang berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita
suara. Laring
berfungsi sebagai klep yang mengatur arus udara antara
paru-paru, mulut, dan hidung. Pita suara dan kelenturannya bisa membuka dan
menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus menghubungkan antara udara yang
ada di paru-paru dan yang ada di mulut atau rongga hidung. Bila klep dibuka
lebar-lebar udara yang ada pada paru-paru bisa berhubungan dengan yang ada di
rongga mulut atau rongga hidung. Bila klep ditutup rapat, maka udara yang ada
di paru-paru terpisah dengan yang ada di rongga mulut.
Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah terjadinya
awal mula bunyi bahasa itu; baik dengan aliran udara egresif maupun aliran
udara ingresif. Posisi glotis (celah diantara pita suara) menentukan bunyi yang
diproduksi apakah bunyi bersuara, bunyi tak bersuara, atau bunyi glotal.
Sehubungan dengan arus udara, sebagai sumber
pembunyian,biasanya dibedakan adanya tiga macam arus udara, yaitu (a) arus
udara pulmonik, yaitu arus udara yang berasal dari paru-paru, (b) arus udara
glotalik, yaitu arus udara yang berasal dari rongga faring, dan (c) arus udara
velarik, yaitu arus udara yang berasal dari gerakan-gerakan ke belakang di
dalam rongga mulut. Namun, yang utama adalah arus udara pulmonik.
c.
Komponen
supraglotal
Kompnen supraglotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung,
baik yang menjadi artikulatoraktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Berdasarkan gambar tersebut, terjadinya bunyi bahasa
dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya dimulai dari proses pemompaan
udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan (laring) ke
tenggrorokan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara itu bisa
keluar, pita suara itu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah melalui pita
suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui
rongga mulut atau rongga hidung, arus udara tadi diteruskan keluar ke udara
bebas. Arus udara yang keluar dari paru-paru itu keluar tanpa mendapat hambatan
apa-apa di dalam rongga mulut, maka tidak akan mendengar bunyi apa-apa, selain
bunyi nafas. Berbeda dengan arus udara jika mendapat hambatan pada salah satu
tempat alat ucap, akan terdengar bunyi bahasa.
Hambatan terhadap arus udara yang keluar dari paru-paru
dapat terjadi mulai dari tempat paling dalam, yaitu pada glottis (celah pita
suara) sampai pada rempat yang paling luar, yaitu bibir atas dan bibir bawah.
Bila bibir bawah dan bibir atas tetutup lalu arus udara yang terhambat,
tiba-tiba dilepaskan akan terdengar bunyi letup [b] dan [p]. Ada empat macam
posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara dengan (a) glotis terbuka lebar
berarti tidak terjadi bunyi bahasa (posisi ini adalah posisi dalam bernafas
secara normal), (b) glotis terbuka agak lebar maka akan terjadi bunyi bahasa
yang disebut bunyi tak bersuara, (c) glotis terbuka sedikit maka akan terjadi
bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara, dan (d) glotis tertutup rapat maka
akan terjadi bunyi hambat glotal atau lazim disebut bunyi hamzah.
Jadi , bunyi-bunyi bahasa baru dapat dihasilkan jika
posisi glotis terbuka agak lebar, terbuka sedikit, dan tertutup rapat. Bunyi
bahasa tidak akan terjadi bila posisi glotis terbuka lebar. Karena arus udara
itu langsung keluar melalui rongga mulut.
Tempat terjadi bunyi konsonan dalam hambatan atau
gangguan terhadap bunyi ujar, disebut tempat artikulasi atau titik artikulasi.
Sedangkan proses atau cara terjadinya bunyi itu disebut cara artikulasi, dan
alat ucap yang digunakan disebut alat artikulasi disebut artikulator. Dalam
proses artikulasi terlibar dua macam artikulator, yaitu artikulator aktif dan artikulator
pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak atau digerakan, seperti
bibir bawah (labium), ujung lidah (apeks) dan daun lidah (laminum) sedangkan
yang dimaksud artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak bergerak atau yang
didekati oleh artikulator aktif.
Secara umum titik artikulas (pertemuan antara artikulator
aktif dan pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa indonesia ialah:
a.
Artikulasi
bilabial (bibir bawah, dan bibir atas)
b.
Artikulasi
labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c.
Artikulasi
interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d.
Artikulasi
apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e.
Artikulasi
apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f.
Artikulasi
laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g.
Artikulasi
laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h.
Artikulasi
lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i.
Artikulasi
dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j.
Artikulasi
dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
k.
Artikulasi
dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l.
Artikulasi
oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m.
Artikulasi
radiko faringal (akar lidah dan dinding kerongkongan)
Bagaimana cara bunyi dihasilkan disebut cara artikulasi.
Cara artikulasi yang diketahui antara lain adalah :
a.
Arus
ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan iba-tiba diletupkan sehingga
terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi prosif.
b.
Arus
ujar itu dihambat pada titik tertentu, arus ujar itu dikeluarkan melalui rongga
hidung, sehingga tejadilah bunyi nasal.
c.
Arus
ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil digeser atau
didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d.
Arus
ujar itu dihambat pada tempat tertetu, kemudian digeserkan atau didesiskan
sehingga terjadi bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e.
Arus
ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka terjadilah
bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f.
Arus
ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu digetarkan
sehingga terjadi bunyi getar atau tril.
g.
Arus
ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi kemudian
diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal
yang dikenal juga dengan bunyi hampiran.
B. Jenis
– Jenis Bunyi Bahasa
Bunyi – bunyi
bahasa yang dihasilkan oleh alat – alat ucap manusia dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal
Bunyi – bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan
berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah bunyi bahasa yang
dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita
suara), lalu arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan
bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi
konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan dari
artikulator aktif dan artikulator pasif. Misalnya, bunyi [b] yang mendapat hambatan pada kedua bibir;
bunyi [d] yang mendapat hambatan pada
ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g] yang mendapat hambatan pada belakang lidah
(dorsum) dn langit – langit lunak (velum). Sedangkan bunyi semi vokal adalah
bunyi yang proses pembentukanya mula-mula secara vokal lalu diakhiri secara
konsonan. Karena itu, bunyi ini juga sering disebut bunyi hampiran
(aproksiman). Bunyi semi vokal hanya ada dua yaitu bunyi [w] yang termasuk
bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
2. Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus
ujar. Bila arus ujar keluar melalui ronga mulut maka disebut bunyi oral. Bila
keluar melalui ronga hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada hanyalah bunyi [m] yang
merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang
merupakan nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi [n] yang merupakan nasal laminopalatal; dan bunyi
[n] yang merupakan nasal dorsovelar.
3. Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini
dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara sewaktu bunyi itu
diproduksi. Bila pita suara turut
bergetar pada proses pembusukan itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita suara itu
terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b] bunyi [d]
dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak
bergetar disebut bunyi tak bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pada pita
suara itu terbuka agak lebar. Dalam
bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara yaitu bunyi [s], bunyi
[k], bunyi [p], dan bunyi [t].
Bagaimana kita tahu bahwa bunyi [b] adalah bersuara
sedangkan bunyi [p] tidak bersuara?
Mudah saja, bila pada sebuah kata yang dimulai dengan bunyi bersuara di
imbuhan prefiks me- atau pe- maka bunyi tersebut akan tetap ada. Sebaliknya bila kata itu dimulai dengan bunyi
tak bersuara diberi prefiks me- atau pe- maka bunyi tersebut akan hilang,
bersenyawa dengan bunyi nasal dari kedua prefiks itu. Hal itu biasanya disebut
dengan ko-artikulasi dan artikulasi sekunder. Maka pembedan adanya bunyi utama
dan bunyi sertaan ini didasarkan pada adanya proses artikulasi pertama,
artikulasi utama, atau artikulasi primer, dan adanya artikulasi sertaan.
Bunyi-bunyi sertaan disebut juga bunyi pengiring yang
muncul, antara lain, akibat adanya proses artikulasi sertaan yang disebut :
a. Labialisasi, yaitu
bunyi sertan yang dihasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan disempitkan
segera atau ketika bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [w]
pada bunyi utama. Misalnya, bunyi [t]
pada kata tujuan terdengar sebagai bunyi [tw] sehinga lafalnya [twujuan]. Jadi,
bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
b. Palatalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan
cara tengah lidah dinaikan mendekati langit-langit keras (palatum) segera atau
ketika bunyi utama diucapkan sehinga terdengar bunyi sertaaan [y]. Misalnya,
bunyi [p] pada kata <piara> terdengar sebagai bunyi [py] sehingga
usapannya menjadi [pyara]. Jadi, bunyi [p] telah dipalatalisasi.
c. Velarisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan
cara mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak (velum) segera atau ketika
bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [x]. Misalnya, bunyi [m]
pada kata <makhluk> terdengar sebagai bunyi [mx], sehingga ucapannya
menjadi <mxaxluk>.
d. Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan
cara ujung lidah ditarik ke belakang sehingga terdengar bunyi sertaan [‘].
Misalnya, bunyi [k] pada kata <kertas> terdengar sebagai bunyi [k’],
sehingga ucapannya menjadi [k’ertas>. Jadi, bunyi [k] telah diretofleksikan.
e. Glotalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan
cara glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi
sertaan [“]. Misalnya, bunyi [a] pada kata <akan> terdengar sebagai bunyi
[a”], sehingga ucapannya menjadi <a”kan>.
f. Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara
arus udara yang ke luar lewat rongga mulut terlalu keras sehingga terdengar
bunyi sertaan [h]. Misalnya, bunyi [p] pada awal kata bahasa inggris
<peace> terdengar sebagai bunyi [ph], sehingga ucapannya menjadi
<pheis>.
g. Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan
cara memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat
bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyin sertaan [m]. Hal ini bisa
terjadi pada konsonan hambat bersuara, yaitu [b], [d], dan [g]. Sehingga
menjadi [mb][nd][k].
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa proses pembunyian didalamnya
masih terdapat komponen-komponen yang dibagi atas tiga komponen yaitu komponen
bubglotal, laring, dan supragotal. Selain itu terdapat jenis bunyi-bunyi bahasa
yang dapat dihasilkan oleh alat ucap yaitu bunyi vokal, konsonan, dan semi
vokal, bunyi oral dan bunyi nasal, bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2012. Fonologi
Bahasa Indonesia.
Jakarta:
Rineka Cipta.
0 Response to "Fonologi - Proses Pembunyian dan Jenis Bunyi Bahasa"
Post a Comment