ANALISIS CERITA PENDEK “Saat Ayah Meninggal Dunia” Karya Djenar Maesa Ayu

ANALISIS CERITA PENDEK
“Saat Ayah Meninggal Dunia”
Karya Djenar Maesa Ayu

Pendekatan Objektif
1.      Tema
Tema dalam cerpen ini yaitu kesedihan. Kesedihan seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya di umur sebelas tahun, dan ditinggal oleh ibunya yang entah dimana, tak ada kabar juga tak ada kata perpisahan untuk anaknya, namun anak ini merasakan bahwa ibunya selalu ada membangunkan tidurnya setiap pagi dan hadir melalui mimpi-mimpinya.
“saya tidak pernah tahu jika yang lebih menyakitkan bukan menghadapi kematian melainkan menghadapi kehidupan. Kenyataan menjadi begitu sulit untuk ditemani nalar. Dan seketika dunia saya jungkir balik. Pagi hari lebih menyerupai malam hari. Gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan. Dan para tamu itu, lebih menyerupai hantu. Baik hantu masa depan maupun masa lalu.
Saya pun meninggalkan ruangan dan masuk ke kamar. Menjauh dari para hantu yang menyamar. Dari dalam kamar bisa saya dengan suara wuuuus… wuuuus… wuuuus… kipas angina seketika dirubung suara Bzzz… bzzz… bzzz… bzzz… menyerupai lebah. Tangis saya pun pecah.”

2.      Tokoh dan Penokohan
Tokoh Utama
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah tokoh Saya.
“Saat itu, tamu-tamu, baik saudara maupun kerabat dekat ayah sudah mulai berdatangan. Teman-teman saya pun dating dan itu membuat saya heran. Dari mana mereka mendaoat kabar? Saya sama sekali belum sempat memberi kabar. Dan peristiwa itu terjadi saat saya masih berumur sebelas tahun, sekitar tahun delapan puluhan”.
Sepeninggal ditinggal oleh ayahnya, anak ini merasa terpukul, seolah ia harus memikul beban yang berat sehingga membuatnya selalu merasakan keheranan, kekecewaan, kepahitan dan kesedihan, bahkan saat ayahnya meninggal ia lebih memilih untuk menyendiri dan menangis. Anak ini pun memiliki kebencian terhadap orang-orang yang berdatangan untuk berbela sungkawa, karena tangisan para tamu, pertanyaan-pertanyaan para tamu atau juga perkataan-perkataan para tamu membuatnya semakin merasakan kepahitan hidup yang begitu dalam. Kepahitannya semakin memuncak dan dilontarkan dengan nada keras ketika beberapa tamu menanyakan keberadaan Mama yang entah dimana.
“Keheranan saya begitu saja menguap diantara lantunan para tamu yang tengah berdzikir. Ucapan belasungkawa yang tak berhentimengalir. Sedu-sedan. Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Melengking dengan notasi tinggi sebelum menggelegar, bergetar dilangit hitam yang mendadak warna-warni. Saya selalu benci dengan keindahan sejenis itu. Keindahan yang congkak, pekak, begitu memaksa untuk diaku. Dan saya membenci semua suara yang saya dengar saat itu. Selain satu suara,dari mulutnya yang tak sekalipun berkata-kata.”
“Mengapa mereka lebih banyak berbicara ketimbang mendengarkan? Saya hanya butuh menyendiri. Terlebih saya tak butuh pertanyaan-pertanyaan seperti:
“Mama udah dikabari kan?”
“Mama ko belumkeliatan?”
“Mama kamu dimana?”
“Mama?”
“Mana?”
“MAMA?”
“MANA?”
“DIAAAAAAM! BUBAR SEMUA KALIAN!”

Tokoh Ayah
Ayah adalah seorang pelukis ternama yang memiliki budi pekerti yang baik karena selalu membantu orang.
“Mengingat ayah saya adalah pelukis ternama. Atau mereka hanya ingin menjadi salah satu saksi atau gossip apa yang mungkin timbul lsetelahini. Atau bisa jadi ada yang berharap mendapat warisan. Semasa ayah hidup, tidak jarang saya menyaksikan keluarga maupun kerabat datang meminta bantuan.”
Tokoh Ia (Mama)
Ia (Mama) adalah seorang ibu dari tokoh Saya yang menghilang tanpa kabar. Ada yang mengatakan menikah lagi, ada yang mengatakan ia tetap sendiri, namun jika didalam mimpi-mimpi anaknya, tokoh Mama ini meninggal dunia dan hadir dalam setiap mimpi anak dan ayahnya. Dan tokoh Ia (Mama) ini kemudian muncul dan bertemu dengan tokoh Saya sebagai anaknya itu, namun dengan wujud yang berjalan tanpa menggunakan kaki, mengecup tanpa menggunakan bibir, menyentuh tanpa menggunakan tangan.
“Sementara sejak orangtua saya bercerai, Ibu bak raib ditelan bumi. Ada yang bilang ia masih sendiri. Ada yang bilang ia menikah lagi. Saya tak peduli.”
“Mama saya ada disini. Ia tak pernah pergi. Setiap hari ia bangun paling pagi. Membangunkan kami yang sedang asyik bermimpi. Dalam mimpi kami, Mama sudah pergi. Mengapa saya katakana kami? Sebab saya bisa melihat kebingungan yang sama di wajah ayah saya setiapkami bangun tidur.pintu di sebelahmu itu, pintu yang menyambung ke kamar ayah saya. Setiap kali ayah bangun, yang pertama kali ia lakukan adalah membuka pintu itu untuk membangunkan saya. Tapi setiap saat ia membuka pintu, saya sudah terbangun juga. Saya terbangun karena dibangunkan oleh Mama. Saya heran, mimpi saya begitu nyata. Mama sudah tidak ada. Tapi kenapa bisa ia membangunkan saya? Dan keheranan yang tersirat di wajah ayah saya sudah cukup membuat saya yakin jika ia mengalami hal yang serupa bahwa kami sama-sama bermimpi, Mama sudah pergi. Tapi setiap hari,Mamah bangun paling pagi dan membangunkan kami. Ajaib, bukan?
“Entah berapa lama saya menangis sambilmemejamkan mata. Yang saya tahu ketika membuka mata, ia sudah berada disana. Duduk di atas kursi meja belajar saya. Tak berkata-kata. Tapi bisa saya rasakan ada ketulusan di matanya. Ketulusan dari seorang yang baru saya kenal beberapa saat setelah ayah saya meninggal dunia. Saya balik menatapnya. Dan kami terlibat perbincangan panjang tanpa kata-kata. Saya menikmati caranya menyentuh saya tanpa menggunakan tangannya. Raga dan jiwa saya bergetar saat ia mengecup saya tanpa menggunakan bibirnya. Dan tanpa sadar saya menjawab semua pertanyaan yang tak ia utarakan.”
Tokoh tambahan
Tokoh tambahan lainnya adalah kerabat atau keluarga, teman-teman ayahnya, teman-teman saya, dan para tamu. Mereka semua membawa kesan turut duka cita atas kepergian sosok Ayah yang ada dalam cerita tersebut. Namun juga turut membuat tokoh Saya menjadi sedih, kecewa, dan benci atas perkataan-perkataan serta pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka kepada tokoh Saya.
3. Alur
Dilihat dari cara menyusun bagian-bagian alur, Djenar mengawalinya dengan menceritakan masa lalu tokoh Saya pada saat berumur sebelas tahun ketika ayahnya meninggal dunia dengan kejadian-kejadian berikutnya, yaitu memunculkan peristiwa atau kejadian yang melukiskan tokoh-tokoh masuk dalam konflik antar tokoh, kemudian bertemu dengan tokoh Ia, dan diakhiri dengan seorang teman tokoh Saya bertanya dengan pelan. Sehingga cerpen ini termasuk pada alur mundur.
4.      Latar
Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia latar tempatnya:
Di rumah.
“Saat itu tamu-tamu, baik saudara maupun kerabat dekat ayah mulai berdatangan. Teman-teman saya pun datang dan itu membuat saya heran.”
Di kamar tokoh saya
“Saya pun pergi meninggalkan ruangan dan masuk ke kamar.”
Di kamar Ayah
“Kamar Ayah saya terlihat rapi. Terlihat sunyi.”
Di kamar mandi.
“Dan satunya lagipintu menuju kamar mandi. Pintu kamar mandi itu terbuat dari partisi Jepang yang biasa disebut Shoji.”
Dan latar suasana yang muncul dalam cerpen ini memprihatinkan, menyedihkan (ketika tokoh saya ditinggalkan oleh ayahnya karena meninggal dunia dan ditinggalkan juga oleh Ibunya), keheranan, ketenangan (antara tokoh aku dan Ia bertemu saat Ayah meninggal dunia).
5.      Sudut Pandang
Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia ini menggunakan sudut pandang pengarang orang pertama sebagai pelaku utama.
“Saat itu, tamu-tamu, baik saudara maupun kerabat dekat ayah sudah mulai berdatangan. Teman-teman saya pun datang dan itu membuat saya heran. Dari mana mereka mendaoat kabar? Saya sama sekali belum sempat memberi kabar. Dan peristiwa itu terjadi saat saya masih berumur sebelas tahun, sekitar tahun delapan puluhan. Tidak seperti zaman sekarang dimana kita bisa tahu segala hal mulai dari pensil alis merek apa yang seseorang kenakan hari ini, makanan apa yang mereka konsumis malam tadi, dan segala hal remeh-temeh lewat social media, zaman itu telepon genggam pun kami tak punya”.
6.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa pada cerpen ini di antaranya menggunakan majas simile. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, simile adalah majas pertautan yang membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa, dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, laksana. Dalam cerpen ini seperti:
“Mata-mata itu bagai lampu suar yang menyorot ke satu obyek”
“Sementara sejak orangtua saya bercerai, Ibu bak raib ditelan bumi”
“Pagi hari lebih menyerupai malam hari. Gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan.dan para tamu itu,lebih menyerupai hantu. Baik hantu masa depan maupun masa lalu.”
7.      Amanat
Apa yang di gambarkan oleh Djenar dalam cerpennya memberikan pesan bahwa ketika ada yang sedang berduka cita atau ditinggalkan oleh orang-orang yang dikasihinya para tamu atau kerabat hendaklah untuk bersikap tenang, dan tidak banyak bertanya banyak hal apalagi mengatakan yang tidak begitu penting, seharusnya sebagai tamu hendaklah mendengarkan, menenangkan, meskipun turut merasakan sedih, cukuplah sedih dengan tidak berlebihan karena jika berlebihan akan membuat yang sedang berduka merasa lebih berat untuk ditinggalkan.
Kemudian dalam karya Djenar juga menggambarkan kesedihan dan kepahitan seorang anak yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Dari hal itu Djenar memberikan pesan bahwa meskipun memang sangat berat ketika ditinggalkan oleh kedua orang tua, namun hendaknya kita tetap sabar dan ikhlas menerima segala ketentuan dari Tuhan, tidak harus dengan membenci, dan kesedihan yang berlebihan.
Yang terakhir dalam karya Djenar yaitu menceritakan bahwa ada beberapa tamu yang datang tidak benar-benar simpati dan memberi dukungan, justru hanya ingin melihat dan dilihat, ingin tenar, bahkan ingin menjadi salah satu saksi atau gosip. Dari hal tersebut Djenar seolah menyinggung atau menyindir bagi para orang yang hanya sekedar datang tanpa tujuan yang baik dalam mendatangi kepada orang yang meninggal, mereka lebih mementingkan tujuan untuk ketenaran ketimbang memberi dukungan dan kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan.

0 Response to "ANALISIS CERITA PENDEK “Saat Ayah Meninggal Dunia” Karya Djenar Maesa Ayu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel