PRESS RELEASE BEM UNIVERSITAS SILIWANGI TENTANG UU MD3

PRESS RELEASE BEM UNIVERSITAS SILIWANGI TENTANG UU MD3
Adapun inti dari isi pasal tersebut Setidaknya ada empat point yang menarik perhatian masyarakat dan mahasiswa, yaitu :
Pemanggilan paksa yang dilakukan DPR dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Langkah hukum terhadap siapapun yang merendahkan kehormatan DPR
Pemanggilan dan permintaan keterangan anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
Adanya penambahan sebanyak satu kursi pimpinan di DPR, satu kursi di DPD dan tiga kursi di MPR.
Dari point-point tersebut masyarakat dan mahasiswa serentak menolak dan merasa bahwa DPR ingin mempertahankan kedudukannya serta menimbulkan hak imunitas yang kekuasaannya tidak bisa tersentuh oleh hukum.
Dilihat dari datangnya masalah-masalah yang timbul tersebut, kami pihak BEM US bidang Politik Hukum dan HAM ingin menganalisis dan mengurai dampak-dampak yang nantinya muncul akibat revisi UU MD3 tersebut.
Hak imunitas terhadap anggota DPR yang tertuang dalam pasal 245 yang berbunyi, “Setiap aparat penegak hukum yang berniat memeriksa anggota dewan dalam kasus tindak pidana harus mendapat izin presiden dan atas pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan” yang mana Mahkamah Kehormatan Dewan itu sendiri diisi oleh DPR. Pasal tersebut berpotensi mempersulit upaya penegakan hukum/ menghambat proses hukum jika anggota DPR berindikasi melakukan tindak pidana seperti korupsi maupun lainnya.
Pada pasal 73 ayat 4 yang berbunyi, “DPR dapat melakukan panggilan paksa jika pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat tidak memenuhi panggilan selama 3 kali berturut-turut, DPR dapat melakukan pemanggilan secara paksa dengan menggunakan kepolisian”serta memberikan kewenangan untuk menyandera paling lama 30 hari setelah pemanggilan paksa. Pemanggilan paksa yang dilakukan oleh DPR secara substansi bahwa DPR pun menjadi lembaga peradilan yang berhak melakukan penegakan hukum secara parsial. Apabila wewenang ini disalahgunakan oleh DPR, tidak menutup kemungkinan bahwa DPR bisa menjadi lembaga superior yang turut ikut campur dalam melaksanakan fungsi peradilan.
Pasal 122 huruf k yang berbunyi, “Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR”. Dampak dari pemberlaku UU ini adalah DPR akan membungkam kritik publik terhadap kinerjanya. Dan merendahkan Kehormatan DPR disini mengalami multi tafsir, ketidakjelasan maksud dari kalimat ini bisa saja sebuah kritikan menjadi sebuah penghinaan yang nantinya akan dilakukan tindakan hukum oleh DPR. Sementara Negara demokrasi sangat memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk memberikan kritikan kepada para wakilnya. Hal ini diperjelas dari UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat pasal 1 ayat 1 yang berbunyi, “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan, serta sikap-sikap lain secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada hakekatnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Dan pasal 15, 84 dan 260 terkait penambahan kuota dari jumlah wakil ketua dari MPR, DPR dan DPD. Penambahan wakil ketua ini yang akan membebani keuangan Negara dengan masa kerja kurang dari 1,5 tahun sehingga tidak akan efektif dan efisien dalam menjalankan tugas kenegaraan.
Untuk menjamin semangat demokrasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan untuk menegaskan kembali bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kita  harus bersama-sama mengawasi dan memberikan kritik apabila ada yang salah dalam kinerja para pemangku kebijakan di Negara kita.
Berdasarkan hal tersebut, maka BEM Universitas Siliwangi mengadakan aksi didepan Gedung DPRD Kota Tasikmalaya dengan tuntutan:
Menekan Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk Revisi UU MD3
Menolak Revisi UU MD3 karena akan terjadi penyalahgunaan wewenang
Menolak Revisi UU MD3 karena sangat kontradiktif dengan demokrasi serta UU No. 9 Tahun 1998
Menolak Revisi UU MD3 mengenai penambahan kuota wakil ketua MPR, DPR dan DPD
Mendesak DPRD dan Semua Fraksi yang ada di Tasikmalaya untuk menolak Revisi UU MD3
Demikian press release ini kami buat sebagai acuan dasar dalam melakukan aksi penolakan Revisi UU MD3.
Tasikmalaya, 10 Maret 2018

0 Response to "PRESS RELEASE BEM UNIVERSITAS SILIWANGI TENTANG UU MD3 "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel