Makalah Teori Belajar Bahasa Indonesia - Teori Koneksionisme
TEORI KONEKSIONISME, TEORI PEMBIASAAN KLASIK, DAN TEORI
PEMBIASAAN PERILAKU RESPONS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori
belajar

Disusun
oleh :
Kelompok 3
Mia Era Muliani (172121006)
Muhamad Sajili (172121023)
Resti Amallia (172121020)
Siti Jamilah (172121014)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Teori
Belajar (koneksionisme,pembiasaan klesik,pembiasaan perilaku respons)” ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
mata kuliah teori balajar. Semoga makalah ini dapat di jadikan sumber acuan
belajar dan menambah wawasan bagi pembacanya.
Penyusun mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang membantu dalam proses penulisan
makalah ini.
Diharapkan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca. Penyusun
menyadari karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun senantiasa diharapkan guna perbaikan di masa yang
akan datang.
Tasikmalaya,
Agustus 2017
Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Untuk lebih memperjelas pengertian
pentingnya belajar, prinsip-prinsip belajar dan bagaimana proses belajar itu
terjadi. Dari sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat
tiga macam yang sangat menonjol, yaitu:
Koneksionisme, Pembiasaan Klasik, Pembiasaan Perilaku Respons.
1. Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang
ditemukan dan dikembangkan oleh Edward
L. Thorndike (1874/1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun
1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk
mengetahui fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar di tempatkan dalam sangkar yang
berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit,
gerendal pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendal
tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut
memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar tadi. Keadaan
bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (peti teka-teki)
itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan
diri dan memperoleh makanan yang ada didepan pintu. Mula-mula kucing tersebut
mengeong, mencakar, melompat dan berlari-larian, namun gagal membuka untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhinya, entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar
tersebut. Ekperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan
nama instrument conditioning. Artinya, tingkah laku yang
dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil
atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan
bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya
teori koneksionisme juga disebut ‘‘S-R Bond Theory’’ dan “S-R
Psychology of Learning”. Di samping itu, teori ini juga terkenal
dengan sebutan “ Trial and Error Learding”. Istilah ini
menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam
mencapai suatu tujuan.
2. Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini
berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov
(1849-1936), seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah
Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Kata classical yang
mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang
dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya
pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya.
Selanjutnya, mungkin kerena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat
disebut respondent conditioning (pembiasaan yang
dituntut).Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui
hubungan-hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned
stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned
response (UCR). Conditioned Stimulus
adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan
respons yang dipelajari itu sendiri disebut Conditioned
Respons. Adapun Unconditioned Stimulus
berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajaridan respons
yang tidak dipelajaritu disebut Unconditioned
Respons.Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan
pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang
dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketah ui bahwa sebelum dilatih (dikenai
eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur setiap kali
mulutnya berisi makanan. Ketika bel dibunyikan, secara alami pula anjing itu
menunjukkan reaksinya yang relavan, yakni tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan
mendengar bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging
(UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS)
didengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apakah yang terjadi? Ternyata
anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar
suara bel (CS). Jadi, (CS) akan menghasilkan (CR) apabila (CS) dan (UCS) telah
berkali-kali dihadirkan bersama-sama.Dari hasil percobaan itu, Pavlov mendapat
kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah
karena latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan menjadi dua macam
refleks, yaitu refleks wajar (keluar air liur ketika makan) dan refleks
bersyarat/refleks yang dipelajari (keluar air liur ketika mendengar bunyi bel).
3.Pembiasaan Perilaku Respons
Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning)
ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat
berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya
bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904).
“Operant”
adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan yang dekat. Tidak seperti dalam respondent
conditioning (yang responsnya didatangkan oleh stimulus
tertentu), respons operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan olehreinforcer. Reinforcer itu
sendiri adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.
Dalam
salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan
dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”.
Peti sangkar ini terdiri atas dua macam komponen pokok, yakni: manipulandum dan
alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah
makanan. Manipulandumadalah komponen yang dapat dimanipulasi dan
gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri
atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.Dalam eksperimen tadi mula-mula
tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium
benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi
seperti ini disebut”emitted behavior” (tingkah laku yang
terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa
memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan
salah satu emitted behaviortersebut (seperti cakaran kaki depan atau
sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini
mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.Butir-butir
makanan yang muncul itu merupakan reinforcer bagi penekanan
pengungkit. Penekanan pengungkit ini disebut tingkah laku operant yang
akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement,yakni
penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.Jelas
sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip sekali dengan trial and
error learning yang ditemukan oleh Throndike. Dalam hal ini, fenomena
tingkah laku belajar menurut Throndike selalu melibatkansatisfaction/kepuasan,
sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.
Dengan demikian, baik belajar dalam teori S-R Bond maupun dalam
teori operant conditioning langsung atau tidak, keduanya
mengakui arti penting law of efect. Selanjutnya, proses belajar dalam
teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hukum operant yang
berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of
operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika
timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya,
menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah lakuoperant yang
telah diperbuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau
bahkan musnah. Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang
melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasan yang klasikal. Teori-teori belajar hasil eksperimen
Thorndike, Skinner, dan Pavlov di atas secara principal bersifat behavioristik
dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan
dapat diukur. Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respons sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset
psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori
behavioristik yang terlanjur diyakini sebagian besar ahli pendidikan kita itu,
sesungguhnya mengandung banyak kelemahan.
B.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1. Teori Koneksionisme
a.
Kelebihan : Dengan sering melakukan pengulangan dalam
memecahkan suatu permasalahan, siswa akan memiliki sebuah pengalaman yang
berharga. Selain itu dengan adanya system pemberian hadiah akan membuat siswa
menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
b.
Kekurangan : Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan
membuat siswa menjadi merasa jenuh. Mungkin saja siswa menjadi merasa enggan
untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya system pemberian hadiah akan
membuat sebuah ketergantungan pada siswa dalam melakukan suatu kegiatan.
2. Teori Pembiasaan Klasik
a.
Kelebihan : Di saat individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya, akan memudahkan
pendidik dalam melakukan pembelajaran terhadap anak didik tersebut.
b.
Kelemahan : Jika ini
dilakukan secara terus-menerus maka ditakutkan murid akan memiliki rasa
ketergantungan atas stimulus yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya
anak didik harus memiliki stimulus dari dirinya sendiri dalam melakukan
kegiatan belajar dan kegiatan pemahaman.
3. Teori Pembiasaan Perilaku Respons
a.
Kelebihan : Dengan diterapkannya dalam pendidikan akan
memberikan semangat tersendiri bagi siswa karena adanya pemberian hadiah,
sehingga memacu semangat belajar. Siswa menjadi giat dalam menjawab pertanyaan
dari guru dengan harapan akan mendapat reward. Dan siswa akan menjadi giat
belajar, agar bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
b.
Kekurangan : Proses belajar itu dapat diamati secara
langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya, proses belajar itu bersifat
otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot padahal
setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan
self-control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif. Dan proses belajar manusia
yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat
mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dengan hewan.
C.
HUKUM-HUKUM
TEORI
1.
Hukum
Teori Koneksionisme
Thorndike merumuskan hasil
eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar dan lima hukum tambahan. Ketiga hukum
dasar tersebut yaitu:
1. Law of Readness (Hukum Kesiapan)
Ketika seseorang dipersiapkan (sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan merupakan imbalan (reward) sementara tidak melakukannya merupakan hukuman (punishment) (Schunk: 2012). Semakin siap suatu individu terhadap suatu tindakan, maka perilaku-perilaku yang mendukung akan menghasilkan imbalan (memuaskan). Kegiatan belajar dapat berlangsung secara efisien bila si pelajar telah memiliki kesiapan belajar. Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu bahwa:
1. Law of Readness (Hukum Kesiapan)
Ketika seseorang dipersiapkan (sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan merupakan imbalan (reward) sementara tidak melakukannya merupakan hukuman (punishment) (Schunk: 2012). Semakin siap suatu individu terhadap suatu tindakan, maka perilaku-perilaku yang mendukung akan menghasilkan imbalan (memuaskan). Kegiatan belajar dapat berlangsung secara efisien bila si pelajar telah memiliki kesiapan belajar. Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu bahwa:
- Apabila suatu unit tingkah laku
telah siap digunakan, maka penggunaannya akan membawa kepuasan.
- Apabila suatu unit tingkah laku
telah siap digunakan namun tidak digunakan maka akan menimbulkan
ketidakpuasan (kerugian) dan menimbulkan respon yang lain untuk mengurangi
atau meniadakan ketidakpuasan itu.
- Apabila suatu unit tingkah laku
belum siap tetapi dipaksakan untuk digunakan maka akibatnya juga kerugian.
2. Law of Exercise (Hukum Latihan)
Koneksi antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan dan akan menjadi lemah karena kurang latihan. Dalam belajar, pelajar perlu mengulang-ulang bahan pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulangi semakin dikuasai pelajaran tersebut. Hukum ini mengandung dua hal, yaitu;
- Law of Use (Hukum Kegunaan),
sebuah respon terhadap stimulus memperkuat koneksi keduanya. Respon dalam
hal ini adalah latihan tersebut.
- Law of Disuse (Hukum
Ketidakgunaan), ketika respon tidak diberikan terhadap stimulus kekuatan
koneksinya menjadi menurun.
3. Law of Effect (Hukum Akibat)
Kegiatan belajar yang memberikan
efek hasil belajar yang menyenangkan (hadiah) cenderung akan diulangi,
sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang tidak
menyenangkan (hukuman) akan dihentikan. Dalam pembelajaran hukum ini biasa
diterapkan dengan pemberian reward and punishment.
Selain hukum dasar di atas, ada lima
hukum tambahan, yaitu :
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Respons)
Pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Hukum Sikap (Attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotor.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
Individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4. Hukum Respon by Analogy
Individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami.
5. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama.
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Respons)
Pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Hukum Sikap (Attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotor.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
Individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4. Hukum Respon by Analogy
Individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami.
5. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama.
2.Hukum Teori
Pembiasaan Klasik
Dalam eksperimen Ivan menemukan dua
macam hukum yang berbeda, yakni: law of respondent conditioning dan law of
respondent extinction. Secara harfiah, law of respondent
conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan
yang dituntut. Menurut Hintzman
(1978), yang dimaksud dengan law of
respondent conditioning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga
yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS, sedangkan
refleks ketiga adalah antara CS dan CR.
Sebaliknya, law of respondent conditioning ialah jika refleks yang sudah
diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan menurun.13 Para peneliti sering kali memnbuat stimulus
netral bersamaan dengan stimulus bersyarat atau berbeda beberapa detik selisih
waktu pemberiannya dan segera menghentikan secara setempat. Prosedur ini
biasanya disebut dengan pengkondisian secara serempak (simultaneous
conditioning). Prosedur ini akan menghasilkan respons bersyarat. Prosedur ini
lebih sederhana dan efektif dalam melatih orang atau hewan. Kadang peneliti
juga menggunakan prosedur yang berbeda, yakni dengan menghentikan stimulus
netral terlebih dahulu sebelum stimulus tak bersyarat, walaupun prosedur ini
jarang digunakan dalam pengkondisian. Memasangkan stimulus netral dengan
stimulus tak bersyarat selama latihan untuk memperoleh sesuatu akan berfungsi
sebagai penguat atau reinforcement bagi
respons bersyarat.
3.Hukum Teori
Pembiasaan Perilaku Respons
Proses belajar dalam teori operant condtioning
juga tunduk kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: Law of Operant
Conditioning dan Law of Operant Extinction. Menurut law of operant
conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya,
menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah
(Hintzman, 1987). Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum
yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan yang klasik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Belajar merupakan sebuah proses yang mampu merubah tingkah
laku seseorang yang memerlukan sebuah proses secara terus menerus . Kita juga
perlu mengetahui berbagai teori – teori tentang belajar sehingga menambah
wawasan kita bagaimana cara belajar yang mampu membantu kita mendapatkan hasil
yang maksimal. Yang sangat diharapkan setelah kita belajar tidaklah hanya
menguasai teorinya saja, tetapi bisa kita aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat membuat kehidupan kita lebih baik.
SARAN
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak hal-hal
yang perlu dikoreksi oleh pembaca. Penyusun berharap masukan dari para pembaca
jikalau ada materi yang tidaki sesuai dengan pengetahuan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Purwanto Ngalim . Psikology
Pendidikan . Bandung : Remaja Rosdakarya . 2007
Ø Syah Muhibbin . Psikologi
Pelajar . Jakarta : Raja Grafindo Persada . 2003
Ø Syah Muhibbin . Psikologi
pendidikan dengan pendekatan baru . Bandung : PT Remaja Rosdakarya . 2014
Ø Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004),
0 Response to "Makalah Teori Belajar Bahasa Indonesia - Teori Koneksionisme"
Post a Comment