ANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN PERMINTAAN TERAKHIR KARYA USMAR ISMAIL
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN PERMINTAAN
TERAKHIR KARYA USMAR ISMAIL
DEWI
SULISTIAWATI 172121019
Universitas
Siliwangi dewisulis171@gmail.com
ABSTRAK
Sebuah karya sastra adalah karya kreatif yang
lahir
dari ide-ide yang
imajinatif dari pengarangnya.
Sastra terlahir bisa berasal dari
berbagai konflik
kehidupan yang
terjadi di dalam kehidupan
masyarakat
dan bisa juga
lahir dari cerita hidup seseorang, dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan gaya bahasa yang
terkandung dalam cerpen Permintaan Terakhir karya Usmar Ismail.
Penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data
mengunakan
metode dokumentasi dari studi pustaka.
Data penelitian
adalah kutipan cerita
dalam cerpen yang mengandung gaya bahasa, analisis data
dengan langkah membandingkan dan menentukan
gaya bahasa dengan data yang ditemukan dalam cerpen. Hasil penelitian ditemukan gaya bahasa dalam cerpen
Permintaan Terakhir karya Usmar Ismail yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan yang meliputi metafora,
simile, dan antisipasi.
(2) Gaya bahasa pertentangan meliputi paradoks, hiperbola,
inversi, dan Litotes.
Kata kunci: karya sastra, cerpen, gaya bahasa
PENDAHULUAN
Sebuah karya sastra adalah karya kreatif yang
lahir
dari ide-ide yang imajinatif dari pengarangnya. Sastra terlahir bisa
berasal dari
berbagai konflik kehidupan yang
terjadi di dalam kehidupan
masyarakat dan
bisa juga lahir dari
cerita hidup
seseorang,
dan lain sebagainya.
Susana dan
Fadli menyatakan wujud
karya sastra adalah
sebuah karya yang memuat atau
berisi ide dan gagasan seorang
penulis/sastrawan sehubungan pandangan terhadap konteks sosial masyarakat sekitarnya. Penyampaian ide dan gagasan menggunakan pilihan diksi atau bahasa yang
indah. Tujuan dari diciptakan karya sastra sebagai medium hiburan yang memuat berbagai pesan yang ingin disampaikan
oleh penikmat sastra atau pembaca karya sastra (2016:2).
Seorang
penulis atau sastrawan menulis karya sastra dengan pilihan kata yang mengandung nilai keindahan, selain itu juga seorang penulis atau sastrawan memberikan amanat atau berbagai pesan moral yang
nantinya akan di ambil oleh masyarakat yang
membaca karya sastra. Amanat atau pesan
moral tersebut dapat berguna untuk kehidupan masyarakat.
Karya
sastra adalah karya imajinatif (Rene Wellek dan Austin Warren, 1989:14).
Karya sastra
menggambarkan pola pikir masyarakat,
perubahan tingkah
laku masyarakat, tata nilai dan bentuk
kebudayaan lainnya. Karya sastra merupakan salah
satu perwujudan hasil rekaan seseorang sehingga menghasilkan kehidupan
dengan berbagai macam corak, antara lain sikap penulis, latar
belakang, dan
keteguhan hati pengarang. Lahirnya karya sastra di tengah-tengah masyarakat tak ubahnya sebagai rekasaya imajinasi pengarang, serta karya sastra lahir di
tengah-tengah masyarakat sebagai hasil
imajinasi pengarang serta bayangan dari gejala-gejala dinamika sosial yang ada di sekitarnya (Pradopo,
2003:61).
Kehidupan bahasa dalam karya sastra membuat
karya sastra itu menarik untuk
dinikmati, sehingga dapat memberikan kepuasan rohani kepada pembacanya. Karya sastra banyak ragamnya. Ada puisi,
prosa, dan drama. Puisi terdiri dari beberapa ragam, prosa pun memiliki
beberapa ragam, sementara, drama
juga
memiliki jenis sesuai dengan sifat karakter yang membedakannya antara
drama yang satu
dengan yang lain
(Sutejo dan
kasnadi, 2010:1).
Karya sastra mengandung berbagai dinamika
yang ada di masyarakat, adat istiadat, tradisi, pendidikan moral, sosial,
ekonomi, masalah percintaan,
masalah rumah tangga, tingkah laku,
agama, tatanan masyarakat, dan lainnya, dan semua itu dikemas dalam bentuk puisi, cerpen, drama, novel. Faktor
utama
dalam menghasilkan karya sastra, yaitu biasanya berhubungan
dengan
latar belakang baik sosial atau yang lainnya, pengalaman, dan juga latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh penulis atau sastrawan tersebut. Faktor yang
lainnya juga yaitu penulis atau sastrawan melihat
dinamika sosial,
berbagai perubahan tingkah laku di masyarakat, permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam
masyarakat, penerapan berbagai nilai, yang semuanya itu di kemas dalam karya sastra
dengan menggunakan bahasa yang
tepat, dan dan memiliki nilai estetika
sehingga masyarakat yang membaca karya sastra tidak
merasa bosan
dan mudah untuk dipahami.
Sastra
merupakan gambaran kehidupan dari suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini kehidupan mencakup hubungan antara orang-orang, manusia maupun peristiwa yang terjadi di dalam karya
sastra. Menurut Rene
Wellek dan Austin Warren (dalam Sariban, 2009:111). Karya sastra didalamnya terdapat berbagai kenyataan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, dan juga terdapat
beberapa tokoh dengan
berbagai
karakter yang terlibat
dalam berbagai peristiwa.
Penulis atau sastrawan menggunakan karya sastra sebagai sarana penyampai komunikasi kepada
pembaca. Dalam karya sastra terdapat aspek yang sangat penting yaitu salah satunya nilai moral. Ajaran nilai moral yang baik sangat penting
untuk ditumbuhkan kepada masyarakat, khususnya kepada
generasi-generasi
muda
agar dapat
berguna bagi
dirinya sendiri,
dan orang lain.
Melalui tokoh-tokoh dan beragam rangkaian cerita, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah
dari
pesan-pesan yang
disampaikan atau diamanatkan.
Pengarang berusaha agar
pembaca mampu memperoleh nilai-nilaitersebut
dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan
(Wahyuni,
2017: 101-102).
Penulis atau sastrawan dalam menulis
karya sastra, menggunakan tokoh-tokoh yang mempunyai
berbagai watak yang akan menjalankan cerita atau peristiwa. Kemudian
penulis atau sastrawan
menyelipkan pesan yang nantinya akan di ambil oleh pembaca, dan berharap pesan tersebut dapat
diaplikasikan oleh pembaca di kehidupannya.
Pradopo mengungkapkan bahwa suatu karya sastra yang
baik adalah sebuah karya sastra yang langsung memberi didikan dan pembelajaran melalui unsur amanat
kepada pembaca tentang budi
pekerti dan
nilai-nilai
moral (1995:94)
Kosasih (2012: 34) mengemukakan bahwa cerita pendek (cerpen) merupakan cerita yang menurut
fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya
cerita
pendek merupakan cerita yang habis dibaca
sepuluh menit atau setengah jam.
Dapat diketahui,
bahwa cerpen itu dinamakan cerita
pendek dikarenakan bentuk fisiknya yang pendek, dan waktu yang diperlukan untuk membacanya juga singkat. Cerita
pendek adalah cerita yang
disajikan dalam bentuk cerita
pendek, dan didalamnya terdapat unsur-unsur
karya sastra
secara
singkat dan padat.
Salah satu unsur yang terdapat dalam cerpen yaitu gaya bahasa. Dalam mempelajari semantik yang membahas
makna
bahasa, salah satu
kajiannya adalah gaya bahasa.
Tarigan (2004: 4)
menjelaskan bahwa gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu
dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Dan dengan penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.
Gaya bahasa merupakan "plastik" bahasa, penyair menggunakan bahasa indah untuk
menyampaikan gagasan dan
perasaannya yang bertujuan untuk
meningkatkan efek.
Tarigan mengklasifikasikan jenis-jenis gaya bahasa dalam karya sastra
ke dalam empat kelompok, yaitu: (a) gaya bahasa perbandingan, (b) gaya bahasa
pertentangan,
(c) gaya bahasa
pertautan
METODE
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan
desain penelitian deskriptif
kualitatif. Bogdan
dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati dari fenomena yang terjadi (J. Lexy
dalam Moleong, 2010:4).
Lebih lanjut Moleong mengemukakan bahwa penelitian
deskriptif menekankan pada data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka yang disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain
itu, semua
yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap
apa
yang sudah
diteliti (2010:11).
Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan hasil analisis yang berupa istilah,
makna dan implementasi penggunaanya disajikan secara
deskriptif. Untuk pengumpulan data yang dipandang sesuai
adalah
menggunakan
metode
dokumentasi dan
studi
pustaka.
Pada analisis ini peneliti
menyimak
kemudian
mencatat dokomen-dokumen yang diambil
dari data
primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Datanya berupa cerpen, maka peneliti mencoba
menelaah isi cerpen. Langkah-angkah pengumpulan
data dalam cerpen Permintaan
Terakhir karya
Usmar Ismail yaitu: (a). Membaca
secara cermat cerpen Permintaan Terakhir karya Usmar Ismail. (b).
Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya gaya bahasa dalam cerpen Permintaan
Terakhir karya Usmar Ismail. (c). Memaparkan hasil analisis dan menyimpulkan gaya bahasa yang
terdapat dalam cerpen Permintaan Terakhir karya Usmar Ismail.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya bahasa merupakan bentuk indah dari bahasa yang
digunakan oleh pengarang atau penulis dalam menyampaikan gagasan, dan perasaannya. Pada penulisan ini akan dikemukakan temuan gaya
bahasa yang terdapat pada cerpen Permintaan
Terakhir karya Usmar Ismail.
a. Gaya bahasa
perbandingan
1) Metafora
Metafora merupakan
perbandingan suatu benda dengan benda
lain
secara
langsung karena memiliki sifat yang sama. Ada beberapa data yang ditemukan dalam cerpen Permintaan Terakhir
yang mengandung gaya bahasa
metafora yaitu:
Aku terpekur di tanah merah yang masih basah
itu, basah karena hari baru hujan, ditambah
oleh air mata, yang aku
cucurkan
di atas pekuburan yang terletak
di tepi hutan, jauh dari kota
itu.
Penanda kalimat tersebut metafora adalah kata tanah merah, yang berarti pemakaman. Tanah merah dibandingkan dengan pemakaman karena mempunyai sifat yang sama yaitu biasanya
menggunakan tanah
merah
untuk pemakaman.
Semasa ia seorang ahli gambar yang termasyhur, sewaktu ia jadi
buah bibir orang, aku turuti ia, sedangkan aku orang yang
tak bernama, tak bergelar, seorang yang di
jalan hanya dapat teguran, “Ah, kau
itu, Anu.”
Penanda kalimat tersebut metafora
adalah ahli gambar
dan
buah bibir. Ahli gambar yaitu memiliki makna
orang yang memiliki keahlian yang
lebih dalam bidang melukis, dan buah bibir berarti orang
yang menjadi
pembicara banyak orang.
“...jangan kau berputus asa, sedetik pun jangan, sebab di waktu sekejap mata itulah kadang-
kadang menyerang suatu kodrat yang
meruntuhkan apa yang
telah kita tegakkan dengan bersusah payah.”
Penanda kalimat
tersebut metafora adalah sekejap mata, yang berarti
sebentar.
2) Perumpamaan (simile)
Perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berbeda dan sengaja dianggap sama. Ada
beberapa data yang ditemukan dalam cerpen Permintaan Terakhir yang mengandung gaya bahasa
simile yaitu:
Tak dapat
tiada aku
akan
patah,
jatuh, tak
akan bangkit lagi,
sebab terasa olehku, aku
bergantung kepada guruku seperti seorang bergantung
di akar yang tak
kelihatan pangkalnya,
sedangkan di bawahnya lembah yang
dalam.
Kalimat tersebut dikatakan perumpamaan (simile) karena
aku
membandingkan dirinya seperti
seorang yang bergantung pada akar yang
tidak kelihatan pangkalnya dan dibawahnya ada lembah yang
dalam. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tokoh aku merasa melakukan sesuatu yang
memiliki tantangan yang cukup
besar.
Perasaan untuk menciptakan sesuatu yang baru, telah hilang, ibarat sebuah lilin yang makin lama makin kurang jua terang
nyalanya, pada akhirnya padam, tak dapat hidup lagi.
Kalimat tersebut dikatakan perumpamaan (simile) karena seseorang
menyatakan bahwa dirinya ibarat sebuah lilin yang makin lama makin kurang
jua terang nyalanya. Ia merasa bahwa tidak mempunyai gairah dan
semangat untuk
menciptakan sesuatu yang baru.
Nasib ahli seni sekaliannya sama, seperti hari cerah di waktu pagi, tetapi kian lama
kian kelam jua, hingga akhirnya datang awan hitam menutup bentangan
langitnya,” ujarnya, setelah
hening
sejurus.
Kalimat tersebut dikatakan perumpamaan (simile) karena seseorang menyatakan perbandingan
antara nasib ahli seni itu seperti hari cerah di waktu pagi, artinya
seiring berjalannya waktu akan berubah.
3) Antisipasi
Antisipasi berarti "mendahului" atau "penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi". Ada beberapa data
yang ditemukan
dalam cerpen Permintaan Terakhir
yang mengandung gaya bahasa
antisipasi yaitu:
Perkataannya yang terakhir masih mendengung di telingaku, orang yang baru kukenal ini, tetapi
sungguhpun demikian seorang yang telah jadi perintis jalan bagiku.
Kalimat tersebut dikatakan antisipasi karena dimulai dengan mengemukakan pendahuluan,
yaitu: hal yang disampaikan oleh orang yang
memberikan pernyataan masih teringat dan diakhiri dengan
menyatakan bahwa orang memberikan pernyataan tersebut adalah orang yang telah menjadi perintis
bagi jalannya.
Semasa ia seorang ahli gambar yang termasyhur, sewaktu ia jadi
buah bibir orang, aku turuti ia, sedangkan aku orang yang
tak bernama, tak bergelar, seorang yang di
jalan hanya dapat teguran, “Ah, kau
itu, Anu.”
Kalimat tersebut dikatakan antisipasi karena
dimulai dengan mengemukakan pendahuluan,
yaitu: mengemukakan bahwa pada suatu masa ada seseorang yang menjadi pelukis terkenal yang dituruti dan diakhiri dengan menyatakan bahwa adalah ia orang yang tidak
memiliki nama
dan tidak bergelar.
Hanya
ketika aku
terdiam, berdiri melihat muka
yang berseri itu, terasa olehku bahwa suatu alun meresap ke dadaku, menahan nafasku,
suatu alun pengertian di antara dia dan aku.
Kalimat tersebut dikatakan antisipasi karena
dimulai dengan mengemukakan pendahuluan,
yaitu: pada awalnya ia terdiam, berdiri, dan ada hal yang dirasakan dan diakhiri oleh pernyataan bahwa hal
tersebut hanyalah
dapat
diketahui oleh ia
dan orang yang dibicarakannya.
Dan guruku yang tak bernyawa itu, tak mendengar, tak
melihat, hanya menerima dengan kesabaran hati yang kukuh, biarpun tak selalu mengaminkan sesuatu
dengan
begitu saja.
Kalimat tersebut dikatakan antisipasi karena didahului
oleh beberapa klausa yang kemudian
diakhiri dengan pernyataan yang sesungguhnya.
Ketika aku
kembali pulang, tiga tahun kemudian,
tak ada kedengaran namanya lagi.
Kalimat tersebut
dikatakan antisipasi karena mempergunakan lebih dahulu kata-kata sebelum peristiwa yang sebenarnya
terjadi.
b. Gaya bahasa
pertentangan
1) Paradoks
Paradoks merupakan gaya bahasa yang mengemukakan hal seolah-olah bertentangan tapi
sebenarnya tidak karena objek yang
dikemukakan berbeda dan keduanya benar. Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung
pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada. Gaya bahasa paradoks
yang ditemukan
pada cerpen Permintaan
Terakhir yaitu.
Pada wajah orang tua itu tergambar kekuatan batin yang tak
terhingga, gores-gores tertera di keningnya, di sebelah menyebelah pipinya,
dan kupiahnya
berkerumuk menutup kepalanya sehingga sedikit saja kelihatan rambutnya
yang putih, di sela di sana-sini oleh rambut hitam;
bibirnya membayangkan kekuatan kemauan hatinya yang terdesak,
dan tangannya terletak di atas bahu
pemuda itu, ringan tetapi kuat.
Hal yang
menunjukkan kalimat tersebut paradoks adalah "ringan tapi berat". Dikemukakan bahwa tangan
seseorang
itu diletakkan
di
atas bahu
pemuda itu,
pemuda itu
mengatakan
ringan
tetapi kemudian dinyatakan kuat.
2) Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan jumlahnya,
ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkat kesan dan pengaruhnya. Ada
beberapa data yang ditemukan dalam cerpen Permintaan
Terakhir yang mengandung gaya bahasa hiperbola yaitu:
Aku
tertegun melihat keindahan cahaya sukmanya yang
membayang di kain yang tergantung di dinding itu.
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola adalah "keindahan
cahaya sukmanya" yang
terasa melebih-lebihkan kenyataan. Jika diartikan kata demi kata, maka
keindahan berarti sifat-sifat yang elok, cahaya berarti (1) sinar yang
memungkinkan mata menangkap
bayangan benda-benda, (2)
kilau gemerlap, (3) kejernihan yang
terpancar dari air muka, dan sukma berarti jiwa, nyawa. Kata keindahan
dan sukmanya membuat maknanya terlalu berlebihan, padahal
kata cahaya sudah
mewakili kata keindahan dan sukma.
Pada wajah orang tua itu tergambar kekuatan batin yang tak
terhingga, gores-gores tertera di keningnya,
di sebelah menyebelah pipinya,
dan kupiahnya
berkerumuk menutup kepalanya sehingga sedikit saja kelihatan rambutnya
yang putih, di sela di sana-sini oleh rambut hitam;
bibirnya membayangkan kekuatan kemauan hatinya yang terdesak,
dan tangannya terletak di atas bahu
pemuda itu, ringan tetapi kuat.
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola adalah "pada wajah orang tua itu tergambar kekuatan batin yang tak terhingga".
Ungkapan tersebut terasa berlebihan
karena secara umum diketahui bahwa
kekuatan batin itu tergambar pada sikap seseorang dalam menjalani kehidupan, tetapi pengarang menggunakannya pada kata "wajah". Kemudian, kata yang tak terhingga terkesan
melebih-lebihkan.
Hanya
ketika aku
terdiam, berdiri melihat muka
yang berseri itu, terasa olehku bahwa suatu alun meresap ke dadaku, menahan nafasku,
suatu alun pengertian di antara dia dan aku.
Hal
yang
menunjukkan kalimat
tersebut
menggunakan gaya
bahasa hiperbola adalah
"terasa olehku bahwa suatu alun meresap ke dadaku, menahan nafasku". Ungkapan tersebut terasa berlebihan
karena kata meresap berarti (1) masuk pelan-pelan ke lubang
kecil atau lembut, (2) merembes; menetes; dan
(3) hilang lenyap,
yang jika dikaitkan pada ungkapan meresap
ke
dadaku, maka
makna denotatifnya tidaklah cocok
sehingga memberikan kesan berlebihan.
Mendengar harga yang disebut-sebut itu,
mendidih darahku, bukan
buatan marahku.
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola adalah "mendidih
darahku". Ungkapan "mendidih darahku" terasa berlebihan karena kata mendidih pada umumnya
digunakan pada proses
memanaskan zat cair bukan
digunakan untuk darah.
Ketika itu jelas padaku, bahwa catnya masih
baru,
hilang marahku, hanya sekarang berganti dengan perasaan benci yang tak terhingga,
benci terhadap orang yang meniru ini, yang menjual jiwa
dan sukma seorang ahli seni yang besar.
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola adalah "jiwa dan
sukma seorang ahli seni". Kata sukma berarti jiwa, maka dapat diketahui bahwa pengarang menggunakan makna yang sama dua kali dan
itu termasuk pemborosan
dan berlebihan.
Aku menoleh dan di
dinding yang
ditunjukkannya itu
kelihatan olehku
gambar “Murid dan
Guru,” kotor tak pernah dibersihkan penuh debu, tapi sungguhpun demikian masih mempunyai sinar
yang membayang dari
bawah kotoran yang menutupinya
itu.
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut menggunakan gaya
bahasa hiperbola adalah "tapi
sungguhpun demikian
masih
mempunyai sinar yang
membayang dari
bawah kotoran yang menutupinya itu". Jika dimaknai secara denotatif maka tidak dapat dipahami bahwa hal yang
indah itu dapat dilihat
dari bawah kotoran yang menutupinya.
3) Inversi
Inversi merupakan
gaya bahasa yang pengungkapan
predikat kalimat
mendahului subjeknya karena lebih diutamakan. Ada beberapa
data yang ditemukan dalam cerpen Permintaan
Terakhir yang
mengandung gaya bahasa
inversi yaitu:
Teringat aku akan suatu peristiwa,
suatu kejadian yang hidup dalam
sanubariku, di suatu
pertunjukan gambar-gambar, ciptaannya.
Inversi pada
kalimat tersebut ditandai oleh kata predikat "teringat" yang mendahului kata subjek
"aku" Pada struktur
kalimat normal, kalimat tersebut menjadi "aku teringat akan suatu peristiwa," bukan "teringat
aku akan suatu peristiwa."
Ketika aku angkat kepalaku, heran aku melihat wajah yang tenang itu,
sedikit pun tak terlihat keheranan di
mukanya yang
pucat itu.
Inversi pada kalimat tersebut ditandai oleh kata "heran" yang
mendahului kata subjek "aku". Pada
struktur kalimat normal,
kalimat tersebut menjadi "aku heran melihat wajah yang tenang itu," bukan "heran aku
melihat wajah yang tenang itu".
Terharu
pikiranku bukan buatan, hanya Allah
saja yang mengetahui,
bagaimanakah gerangan.
Inversi pada kalimat tersebut ditandai oleh
kata "terharu" yang merupakan predikat mendahului subjek "pikiranku". Pada struktur kalimat normal, kalimat tersebut menjadi "pikiranku terharu
bukan
buatan," bukan "Terharu
pikiranku
bukan buatan."
Cobalah lihatkan kepadaku gambarmu
itu.”
Inversi pada kalimat tersebut ditandai oleh "cobalah lihatkan" yang mendahului kata ganti orang. Pada struktur kalimat normal, kalimat tersebut dapat tulis menjadi "kepadaku cobalah perlihatkan gambarmu itu".
Akan
tetapi, kalimat tersebut
akan
rancu
dan tidak menarik.
Mendengar suaranya yang
lemah itu, patah pula ketetapan
hatiku,
aku pergi ke
dinding...
Inversi pada kalimat tersebut ditandai oleh "mendengar" yang
mendahului subjeknya seseorang yang luka hati berupa ungkapkan.
4) Litotes
Litotes merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata berlawanan arti dengan maksud yang ingin dinyatakan dan bertujuan untuk merendahkan diri. Gaya bahasa litotes yang ditemukan
pada cerpen, yaitu.
Betapa dambanya aku kadang-kadang akan membawa
“ciptaan-ciptaan”ku kepadanya,
mempersembahkan kerja yang jauh
dari sempurna itu, mengatakan,...
Hal yang menunjukkan kalimat tersebut litotes adalah "mempersembahkan kerja yang jauh dari sempurna itu", tokoh dalam kalimat tersebut merendahkan dirinya yang mengatakan bahwa hasil kerjanya jauh
dari
sempurna.
SIMPULAN
Dari penelitian dengan cara menganalisis gaya bahasa pada cerpen Permintaan Terakhir karya
Usmar Ismail terdapat gaya bahasa yaitu gaya bahasa
perbandingan yang meliputi metafora, simile, dan
antisipasi. Gaya bahasa pertentangan meliputi paradoks,
hiperbola, inversi, dan litotes.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. (2011).
Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Franz Magnis
Suseno.
(1989). Etika Dasar:
Masalah-Masalah Pokok
Filsafat
Moral.
Yogyakarta:
Kanisius.
Furqon Hidayatullah. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: UNS Press &
Yuma Pustaka.
J.
Lexy Moleong.
(2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Kosasih, E. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan
Bersastra. Bandung: Yrama Widya.
from http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/japliterature
Nisa, H. (2016). Komunikasi yang Efektif dalam Pendidikan Karakter. Univeasum, 10(1), 49–63. Retrieved from https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.
php/universum/article/download/223/183
Pradopo, R. D. (1995). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sariban. (2009).
Teori dan
Penerapan Penelitian
Sastra. Surabaya: Lentera
Cendikia.
Setiawan, H. (2018). Bahasa Slang Sebagai Ancaman Nilai Karakter. In Prosiding
Nasional Pendidikan dan Kewarganegaraan IV
(pp. 213–221). Pnorogo: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo. Retrieved
from http://seminar.umpo.ac.id/index.ph
p/SEMNASPPKN/article/view/179/178
SRI
WAHYUNI. (2017). Aspek Moral dalam Novel Petruk Dadi Ratu Karya Suwardi Endraswara:
Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar di SD. Stilistika, 3(1), 97–116. Retrieved from http://journal.univetbantara.ac.id/in
dex.php/stilistika/article/view/7/7
Susana
Fitriani Lado, Zaki Ainul Fadli, Y. R. (2016). Analisis Struktur
dan Nilai-Nilai Moral yang
Terkandung dalam Cerpen Ten Made Todoke Karya Yoshida Genjiro. Japanese Literature, 2(2), 1–10. Retrieved from http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/japliterature
Susilawati, Suryanti, D. K. (2010). Urgensi Pendidikan Moral Suatu Upaya Membangun Komitmen
Diri.
Yogyakarta: Surya Perkasa.
Sutejo, K. dan.
(2010). Kajian Prosa: Kiat Menyisir Dunia Prosa. Ponorogo: P2MP SPECTRUM
Tarigan, Henry Guntur.
2009.
Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Rene Wellek
dan Austin Warren. (1989). Teori
Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
0 Response to "ANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN PERMINTAAN TERAKHIR KARYA USMAR ISMAIL"
Post a Comment