ANALISIS PERGESERAN MAKNA PEYORASI DAN AMELIORASI DALAM KONTEKS KALIMAT

ANALISIS PERGESERAN MAKNA PEYORASI DAN AMELIORASI DALAM KONTEKS KALIMAT

 

Devina Puspalita Manurung

 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi

 

Email: puspalitamanurung@gmail.com

 

Abstrak

 

Perubahan makna adalah evolusi dari penggunaan suatu kata. Sejalan dengan perkembangan zaman, perkembangan bahasa Indonesia pun terus berkembang dan hal tersebut tidak dapat dihindari. Wujud perubahan dan pergeseran makna itu beragam dan bermacam-macam. Gejala peyorasi dan ameliorasi telah banyak ditemukan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dan di lingkungan masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya peyorasi dan ameliorasi, yaitu adanya dinamika bahasa yang makin hari semakin berkembang. Peyorasi dan ameliorasi dapat menjadikan suatu perubahan atau pun pergeseran makna. Peyorasi yaitu, penurunan makna yang mengakibatkan makna baru atau makna yang sedang dirasakan lebih rendah, kurang menyenangkan, dan kurang halus nilainya daripada makna semula (lama). Ameliorasi atau peninggian makna adalah suatu proses perubahan makna di mana makna akan menjadi lebih tinggi, hormat, dan baik nilainya daripada makna sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna pergeseran dari ruang lingkup kata peyorasi dan ameliorasi dalam perbandingan konteks kalimat. Metode penelitian ini adalah menganalisis contoh makna dan perbandingannya dalam konteks kalimat yang berkaitan dengan peyorasi dan ameliorasi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya pergeseran makna degradasi/peyorasi dan elevasi/ameliorasi yang menunjukkan penggunaan atau pemilihan kata bergantung pada fungsi dan tujuan pemakainya.

 

Kata Kunci : Perubahan Makna, Pergeseran Makna, Peyorasi, Ameliorasi.

 

PENDAHULUAN

 

Perubahan   makna   dalam   bahasa   Indonesia   dapat   berupa   pergerakan,   pengembangan   atau penyimpangan dari makna awalnya. Perubahan makna adalah evolusi dari penggunaan suatu kata. Sejalan dengan perkembangan zaman, perkembangan bahasa Indonesia pun terus berkembang dan hal tersebut tidak dapat dihindari. Selain dipengaruhi oleh perkembangan zaman, perubahan makna dapat pula dipengaruhi oleh faktor lain, seperti perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial  dan  budaya,  perbedaan  bidang  pemakaian,  adanya  asosiasi,  pertukaran  tanggapan  indra, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah.

 

Chaer (2009) menjelaskan terjadinya perubahan, pergeseran, dan perkembangan makna disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah.

 

Semuanya itu menunjukkan bahwa perubahan zaman dapat mengakibatkan pengembangan, perubahan atau pun pergeseran makna kata dalam bahasa.

 

Menurut Kustriyono (2016:16) bahasa selalu mengalami perkembangan, dan dalam perkembangannya makna suatu kata dapat mengalami perubahan. Terdapat 7 perubahan makna dalam semantik, yaitu (1) perluasan atau generalisasi merupakan gejala yang terjadi atau proses perubahan makna dari khusus ke


umum, (2) penyempitan makna atau spesialisasi merupakan proses perubahan makna yang awalnya memiliki makna luas kemudian maknanya berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna yang dimaksud, (3) peninggian makna atau ameliorasi merupakan suatu proses perubahan makna di mana makna  akan  menjadi  lebih  tinggi,  hormat,  dan  baik  nilainya  daripada  makna  sebelumnya,  (4) penurunan makna yang mengakibatkan makna baru atau makna yang sedang dirasakan lebih rendah, kurang menyenangkan, dan kurang halus nilainya daripada makna semula (lama), (5) sinestesia merupakan perubahan tanggapan dua indera pendengaran (dari indera penglihatan ke indera pendengaran; dari indera perasaan ke indera pendengaran; dan sebagainya), (6) asosiasi adalah proses perubahan makna sebagai akibat persamaan sifat, dan (7) metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk suatu objek dan konsep lain berdasarkan kias atau persamaan.

 

Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya perubahan makna. Suwandi dalam Kustriyono (2016:17) mengemukakan 12 faktor penyebab terjadinya perubahan makna, yaitu (1) faktor lingistik, perubahan makna karena faktor lingistik bertalian erat degan fonologi, morfologi, dan sintaksis, (2) faktor kesejarahan, perubahan makna karena faktor kesejarahan berhubungan dengan perkembangan leksem, (3) faktor sosial masyarakat, perubahan makna karena faktor sosial berhubungan dengan perkembangan leksem di dalam masyarakat, (4) faktor psikologis, perubahan makna karena faktor psikologis  ini  disebabkan  oleh  keadaan  psikologis  seperti  rasa  takut,  menjaga  perasaan,  dan sebagainya, (5) faktor kebutuhan kata baru, perubahan makna karena faktor kebutuhan kata baru berhubungan erat dengan kebutuhan masyarakat pemakai bahasa, (6) faktor perkembangan ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya mengandung konsep yang sederhana sampai kini tetap dipakai meskipun makna yang dikandungnya telah berubah, (7) fator perbedaan bidang pemakaian pada lingkungan, seperti halnya terjadi pada kata-kata yang menjadi pemendaharaan dalam bidang kehidupan atau kegiatan tertentu juga dilakukan dalam bidang kehidupan lain, (8) faktor pengaruh bahasa asing, perubahan makna juga banyak disebabkan oleh pengaruh bahasa asing yang berupa peminjaman makna, (9) faktor asosiasi, kata-kata yang digunakan di luar bidang asalnya masih sering ada hubungannya dengan makna kata tersebut pada bidang asalnya, (10) faktor pertukaran tanggapan indera dalam perubahan makna ini berhubungan dengan indera manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, (11) faktor perbedaan tanggapan pemakaian bahasa, sejumlah kata yang digunakan oleh pemakainya tidaklah mempunyai nilai sama, (12) faktor penyingkatan, sejumlah ungkapan dalam bahasa Indonesia sekali pun tidak diucapkan secara keseluruhan namun umumnya masyarakat sudah memahami maksudnya.

 

Wujud perubahan dan pergeseran makna itu beragam. Pada artikel ini yang akan dibahasa adalah pergeseran makna peyorasi dan ameliorasi, keduanya bukanlah gejala yang baru dalam bahasa masyarakat Indonesia. Sehingga penulis tertarik melakukan analisis tentang peyorasi dan ameliorasi.

 

Menurut   Hanum   (2009:7)   peyorasi   atau   penurunan   makna   adalah   perubahan   makna   yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah, kurang baik/kurang halus/kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama (semula).

 

Menurut Ullmann dalam Rahma, dkk (2018:2) peyorasi berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, pertama, pergantian kata dengan kata yang bersifat eufemisme, ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang bersifat kasar, dengan tujuan pengungkapan secara tidak langsung atau sengaja ditutup-tutupi. Kedua, perubahan makna yang bersifat peyorasi adalah pengaruh asosiasi- asosiasi tertentu. Ketiga, perubahan dan pergeseran disebabkan oleh prasangka manusia dalam berbagai bentuk.


Ameliorasi terjadi bila suatu kata memiliki makna yang memiliki nilai maupun konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. Gejala yang ditampilkannya kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan.

 

Menurut Darmawati (2019:50) ameliorasi adalah perubahan makna kata yang mengakibatkan makna yang baru lebih tinggi nilainya daripada makna semula.

 

Fenomena peyorasi dan ameliorasi banyak ditemukan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dilakukannya analisis mengenai peyorasi dan ameliorasi ini akan mengetahui bahwa perubahan makna kata selalu dinamis, tidak statis, yaitu mengikuti perkembangan zaman. Topik mengenai peyorasi dan ameliorasi sudah ada yang melakukan analisisnya, yaitu Fika Aghnia Rahma, dkk dengan judul Pergeseran Makna: Analisis Peyorasi dan Ameliorasi dalam Konteks Kalimat.

 

METODE PENELITIAN

 

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis contoh makna dan perbandingannya dalam konteks kalimat yang berkaitan dengan peyorasi dan ameliorasi.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Pengertian Pergeseran Makna

 

Aminuddin dalam Rahma, dkk (2018:3) mengungkapkan bahwa makna kata dapat mengalami pergeseran akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya. Dalam hal ini makna dapat mengalami adanya (1) degradasi atau peyorasi dan (2) elevasi atau ameliorasi. Dalam hal lainnya makna   merupakan   gejala   perluasan,   penyempitan,   pengonotasian   (konotasi),   penyinestesian (sinestesia), dan pengasosiasian makna kata yang masih dalam satu medan makna. Dalam pergeseran makna rujukan awal tidak berubah atau diganti, tetapi rujukan awal mengalami perluasan atau penyempitan rujukan, seperti kata Bapak, Saudara, dll.

 

Suhardi  (2015:  115)  pergeseran  makna  adalah  gejala  perluasan,  penyempitan,  pengonotasian (konotasi), penyinestesian (sinestesia), dan pengasosiasian sebuah makna kata yang masih hidup dalam satu medan makna.

 

Achmad dan Abdullah (2012: 96) pergeseran makna terjadi pada kata-kata (frase) bahasa Indonesia yang disebut eufemisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan mengganti simbolnya (kata frase)  dengan  yang baru  dan  maknanya bergeser.  Biasanya  terjadi  bagi  kata-kata  yang dianggap memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya.

 

Analisis dalam artikel ini dikhususkan membahas peyorasi dan ameliorasi. Peyorasi terjadi apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif. Kata berahi yang semula mengandung makna perasaan cinta antara dua orang yang berlawanan jenis, tetapi akhirnya dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pum berusaha dihindari. Berbeda dengan ameliorasi yang terjadi bila suatu kata memiliki makna yang nilai maupun konotasinya lebih baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami ameliorasi itu, kata gambaran yang semula mengandung makna hasil kegiatan menggambar, dengan masuknya kata abstraksi sehingga kata gambaran mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif.

 

Penyebab Pergeseran Makna

 

Menurut Aminuddin dalam Rahma, dkk (2018:3) pergeseran atau perubahan makna disebabkan karena berikut:


1.  Akibat ciri dasar yang dimiliki oleh unsur internal bahasa. Makna kata selain dapat memiliki hubungan yang erat dengan kata lainnya, juga bisa tumpang tindih.

2.  Akibat adanya proses gramatik. Kata ibu misalnya, akibat mengalami relasi gramatik dengan

kota, akhirnya tidak lagi menunjuk pada wanita”, tetapi pada tempat atau daerah.

3.  Sifat generik kata. Kata-kata dalam suatu bentuk kebahasaan, maknanya umumnya tidak pernah eksak dan sering kali bersifat lentur. Akibat adanya kekaburan dan kelenturan itu, sering kali makna kata mengalami pergeseran dari makna awalnya.

4.  Akibat adanya spesifikasi ataupun spesialisasi. Misalnya pada kata ranah, butir, semuanya mengacu pada wilayah” dan satuan benda. Kedua kata tersebut ternyata telah mengalami kekhususan pemakaian sehingga ranah diberi kesejajaran makna dengan domain.

5.  Akibat   unsur   kesejarahan.   Unsur   sejarah   yang   menjadi   latar   penyebab   pergeseran, perkembangan, dan perubahan makna, dalam hal ini dapat berkaitan dengan pelajaran bahasa itu sendiri dari suatu generasi ke generasi berikutnya, perkembangan konsep ilmu pengetahuan, kebijakan, institusi, serta perkembangan ide dan objek yang dimaknai.

6.  Faktor emotif. Unsur emotif yang menyebabkan pergeseran makna terutama ditandai oleh adanya asosiasi, analogi, maupun perbandingan dalam pemakaian bentuk kebahasaan. Terdapatnya asosiasi, analogi, dan perbandingan salah satunya menyebabkan kehadiran bentuk metaforis, baik secara antromorfis (penataan relasi kata yang seharusnya khusus untuk fitur manusia,  tetapi  dihubungkan  dengan  benda-benda  tak  bernyawa),  perbandingan  bintang, maupun sineastesis.

7.  Tabu bahasa. Penyebab pergeseran makna dapat pula dilatari unsur tabu bahasa yang dibedakan antara tabu karena rasa hormat dan takut dengan tabu penghalus. Tabu bahasa lebih lanjut juga berhubungan dengan eufimisme.

 

Analisis Peyorasi dan Ameliorasi dalam Konteks Kalimat

 

Analisis 1

 

1)  Orang itu sedang menunggui bininya yang sakit di rumah sakit.

2)  Pria itu sedang menunggu istrinya yang dirawat di rumah sakit.

 

Kata bini dalam kalimat tersebut memiliki makna perempuan yang sudah dinikahi, tetapi jika dilihat konteks zaman dahulu dan zaman sekarang, kata bini memiliki makna yang kurang baik di zaman sekarang. Dilihat dari nilai rasa, kata bini terkesan memilik arti kasar. Kata istri dalam kalimat tersebut memilki makna yang sama, yaitu perempuan yang sudah dinikahi. Jika dilihat dari konteks rasa, kata istri terkesan lebih baik didengar untuk diucapkan dibandingkan dengan kata bini. Kata istri pada zaman sekarang maknanya lebih tinggi daripada kata bini.

 

Analisis 2

 

1)  Tema yang diangkat dalam cerpen tersebut ialah tentang seorang pelacur.

2) Seorang wanita kupu-kupu malam menjadi perbincangan hangat oleh orang-orang di kampungnya.

 

Kata pelacur dalam kalimat tersebut memiliki makna seseorang yang menjual harga diri atau disebut pekerja seks komersil. Jika dilihat dari nilai rasa, kata  pelacur dinilai lebih rendah dibandingkan dengan kata kupu-kupu malam karena kata pelacur cenderung mengarah pada seseorang yang melakukan kegiatan pelacuran sehingga terkesan merendahkan martabat seseorang. Kata kupu-kupu malam dalam kalimat tersebut bermakna wanita tunasusila. Disebut tunasusila karena perempuan itu tidak  mempunyai  susila.  Tidak  mempunyai  adab  dan  sopan  santun  dalam  berhubungan  seks berdasarkan norma dimasyarakat. Jika dilihat dari nilai rasa, kata kupu-kupu malam dinilai lebih tinggi


dibandingkan PSK  atau  pelacur  karena  kata  kupu-kupu  malam  merupakan  bentuk  kias  sehingga cenderung tidak langsung mengarah pada sesuatu yang dituju. Jika dibandingkan antara kata pertama dan kedua, kata  pelacur memiliki makna lebih rendah, sedangkan kata  kupu-kupu malam dinilai memiliki makna yang lebih tinggi.

 

Analisis 3

 

1)  Sudah 9 tahun Pak Adi menjadi seorang penganggur.

2)  Kini pemerintah menyediakan fasilitas bursa kerja bagi para tunakarya.

 

Kedua kalimat tersebut mengandung kata yang memiliki kesamaan antarmakna. Kata pengangguran merupakan kata yang sudah familiar di dalam lingkup masyarakat. Begitu pula dengan kata tunakarya merupakan ungkapan yang biasa digunakan oleh orang-orang untuk menyebut pengangguran agar tampak lebih tinggi nilainya, sebab pengangguran merupakan realita sosial yang masih marak terjadi di tengah-tengah masyarakat yang kadang berdampakk pada keresahan warga. Pengkajian kedua kata tersebut dibahas melalui perbandingan. Tunakarya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V digolongkan sebagai adjektiva, artinya tidak mempunyai pekerjaan; tidak bermata pencaharian. Pengangguran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V digolongkan sebagai nomina, artinya hal atau  keadaan  menganggur. Dari  keterangan  tersebut  didapatkan suatu  perbedaan dari  kedua  kata tersebut, yaitu segi kategorinya. Kata tunakarya secara semantik dikelompokkan dalam ameliorasi sebab dianggap memiliki nilai lebih tinggi dan bermartabat daripada kata pengangguran. Kata pengangguran secara semantik dikelompokkan dalam peyorasi jika dibandingkan dengan kata tunakarya sebab dinilai lebih rendah, buruk, dan kurang bermartabat.

 

Analisis 4

 

1)  Sisi berhasil beranak kembar setelah enam tahun divonis mandul oleh dokter.

2)  Nina melahirkan anak pertamanya di RS. Medika.

 

Kedua kalimat tersebut memberikan pengaruh dan tuntutan pada anggota masyarakat untuk bertutur baik dan sopan dalam lingkungan masyarakat. Akan tetapi, sesuai dengan lingkungan di mana tempat ia berasal dan tinggal tidak dapat dipungkiri mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Kata beranak maksudnya adalah melahirkan, tetapi kata beranak itu tidak pantas digunakan pada manusia, kata beranak itu lebih pantas digunakan pada hewan. Dalam hal ini Sisi sama saja diserupakan dengan hewan. Berbeda dengan kalimat kedua yang menggunakan kata melahirkan. Jika dibandingkan antara kata beranak dan melahirkan bahwa kata melahirkan dianggap lebih sesuai dengan kondisi dan refleksi manusia itu sendiri. Kata melahirkan dapat meningkatkan nilai daripada beranak.

 

Analisis 5

 

1)  Penjahat itu resmi mendekap di dalam bui.

2)  Anggota Dewan yang terkena kasus korupsi itu mendekap di lembaga permasyarakatan.

 

Kata bui dalam kalimat tersebut memiliki makna penjara, tetapi jika dilihat dari konteks zaman dahulu dan zaman sekarang, kata bui memiliki makna yang kurang baik di zaman sekarang. Dilihat dari nilai rasa, kata bui terkesan memiliki arti sebagai tempat yang digunakan untuk memenjarakan orang-orang jahat  supaya jera.  Kata  lembaga permasyaraatan dalam kalimat tersebut bermakna tempat untuk melakukan pembinaan narapidana. Lembaga permasyarakatan dibagi empat kelas, yaitu LAPAS kelas IIa,   LAPAS   kelas   IIb,   dan   LAPAS   Anak.   Jika   dilihat   dari   konteks   masa,   kata   lembaga permasyarakatan memiliki makna yang lebih bagus di zaman sekarang karena kata lembaga mengacu pada  suatu  badan  yang  memiliki  andil  utnuk  memberikan  pembinaan  atau  penyuluhan  kepada


narapidana agar narapidana bisa terarah menuju lebih baik lagi. Jika dibandingkan antara kalimat yang pertama dan kedua, maka kata bui memiliki makna lebih rendah di masa sekarang, sedangkan kata lemabaga permasyarakatan memiliki makna yang lebih tinggi. Selain itu, jika dilihat dari nilai rasa dalam pengucapannya, kata lembaga permasyarakatan terkesan sedikit lebih menghargai harga diri seorang narapidana dibandingkan bui.

 

Analisis 6

 

1)  Ia malu orang yang diberahikannya itu takut ditemui oleh Bapak.

2)  Kata-katanya menimbulkan nafsu berahi.

 

Dilihat dari konteks kalimatnya, kata berahi pada kalimat pertama bermakna suka atau sayang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V makna berahi adalah perasaan cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin; asyik sangat suka; sangat tertarik. Namun demikian, terdapat tambahan makna yang ditujukkan untuk bidang peternakan: gejala yang timbul secara berkala pada ternak betina sebagai perwujudan berahi untuk dikawinkan. Kata berahi dalam bahasa Indonesia saat ini berkaitan dengan seksualitas atau dapat diartikan sebagai hasrat seksual, seperti tampak pada kalimat kedua. Perubahan makna yang terjadi pada kata berahi dapat dilihat dari komponen makna yang dimiliki kata tersebut pada tiap konteksnya. Kata berahi pada kalimat pertama memiliki komponen makna: perasaan; cinta; ingin memiliki. Pada konteks kalimat kedua mengandung komponen makna yang berubah, yaitu perasaan cinta menjadi perasaan hasrat seksual. Penambahan makna pada kata ini membuat kata berahi pada masa sekarang dianggap lebih rendah atau negatif jika dibandingkan dengan zaman dulu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata berahi mengalami perubahan makna pyorasi karena mana yang baru dianggap negatif atau lebih rendah.

 

Analisis 7

 

1)  Sejak penggusuran itu, banyak gelandangan yang tidur di trotoar jalan dan bantaran sungai.

2)  Banyak  tunawisma  yang  tidur  di  trotoar  jalan  dan  bantaran  sungai  sejak  dilakukannya penggusuran itu.

 

Kata gelandangan dalam kalimat tersebut biasa ditujukan bagi seseorang yang memiliki masalah kesejahteraan sosial khususnya dalam hal memiliki tempat tinggal. Setelah mengalami ameliorasi, kata gelandangan diubah menjadi tunawisma. Kata tunawisma dalam kalimat tersebut memiliki kesan yang lebih halus dibandingkan dengan gelandangan yang terdengar kasar dan jika yang mendengarnya akan membuat orang tersebut merasa tersinggung.

 

Analisis 8

 

1)  Polisi berhasil menangkap kawanan pencuri yang beraksi di kawasan perumahan elit itu.

2)  Polisi berhasil menangkap geromboran pencuri yang sedang membobol toko mas.

 

Kata gerombolan dalam  kalimat tersebut  merupakan bentuk perubahan makna peyorasi dari  kata kawanan. Kata gerombolan memiliki kesan lebih negatif dibandingkan dengan kata asalnya. Biasanya kata gerombolan juga ditujukan pada orang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan negatif pula. Sehingga kata gerombolan memiliki makna lebih rendah dibandingkan dengan kata kawanan.

 

Analisis 9

 

1)  Aksi sulap yang gagal pada stasiun televisi itu nyaris tewaskan stuntman.

2)  Pernyataan pesulap terkait stuntmannya yang terluka.


Kata tewas dalam kalimat tersebut memiliki makna meninggal. Dalam penggunaan kata tewas mengandung makna mati secara tidak wajar/mengenaskan, sehingga jika digunakan istilah nyaris tewas berarti sedang dalam keadaan terluka parah. Berbeda dengan kalimat kedua, masih dengan topik yang sama. Kata terluka dalam kalimat tersebut dirasa lebih halus penggunaannya daripada kata nyaris tewas. Walau jika dilihat secara makna, kedua kalimat tersebut memiliki makna yang sama, sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

 

Analisis 10

 

1)  Tersangka kasus korupsi dijemput paksa oleh KPK di kediamannya.

2)  Pakai mobil khusus tersangka kasus korupsi dibawa ke Rutan KPK.

 

Kata dijemput dalam kalimat pertama memiliki makna ditangkap. Dalam penggunaan kata dijemput lebih  halus  daripada  ditangkap.  Sehingga  contoh  tersebut  termasuk  ke  dalam  contoh  ameliorasi. Berbeda halnya dengan kalimat kedua, penggunaan kata dibawa dirasa lebih buruk/kasar daripda kata dijemput. Walau jika dilihat secara makna, kedua kata tersebut memiliki makna yang sama.

 

SIMPULAN

 

Peyorasi  dan  ameliorasi  banyak  ditemui  penggunaannya  di  lingkungan  masyarakat,  salah  satu penyebab terjadinya peyorasi dan ameliorasi adalah adanya dinamika bahasa yang makin hari semakin berkembang. Peyorasi dan ameliorasi dapat menjadikan suatu perubahan atau pun pergeseran makna. Dengan penganalisisan kalimat secara perbandingan, didapatkan bahwa kata dalam kelompok peyorasi dan ameliorasi dimungkinkan berupa sinonim atau pun dalam bentuk sama sekali berbeda. Akan tetapi, dalam kasus ini penggunaan atau pemilihan kata, baik peyorasi atau pun ameliorasi bergantung pada fungsi dan tujuan pemakainya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Chaer, Abdul. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Hanum, Icha  Latifa.  (2009). Perubahan Makna dan  Peribahasa. Yogyakarta: PT.  Penerbit  Intan

Pariwara.

 

Hp, Achmad dan Alek Abdullah. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga. Darmawati, Uti. (2019). Semantik Menguak Makna Kata. Bandung: Pakar Raya.

Kustriyono, Erwan. (2016). Perubahan Makna dan Faktor Penyebab Perubahan Makna dalam Media

Cetak. Jurnal Bahastra (Vol 35 No 2).

 

Rahma,  Fika  Aghnia,  dkk.  (2018).  Pergeseran  Makna:  Analisis  Peyorasi  dan  Ameliorasi  dalam

Konteks Kalimat. Jurnal Hasta Wiyata.

 

Suhardi. (2015). Dasar-Dasar Ilmu Semantik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

0 Response to "ANALISIS PERGESERAN MAKNA PEYORASI DAN AMELIORASI DALAM KONTEKS KALIMAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel